Dua malam ini saya kurang tidur. Salah satu mitra bisnis saya menawarkan untuk pegatan atau putus hubungan.
Dalam hal bisnis itu biasa, dalam kehidupan itu biasa. Hal ini bisa
terjadi kepada siapapun, dan bagi yang belum dewasa cara berfikirnya,
pertanyaan mendasar adalah..kenapa ya? Alasannya apa? saya harus tahu
kenapa dia memutuskan seperti ini?
Ada banyak alasan
pertanyaan-pertanyaan itu muncul. Khan saya harus tahu sehingga saya
akan memperbaiki diri. Saya ngak mau putus sama dia, dia banyak memberi
manfaat dan selama ini enak-enak aja. Atau nya KEPO saja. Keingin tahuan
dan nanti sebagai bahan speak-speak sama orang. Eh..dia tuh begitu
banget deh orangnya, kalau kayak begitu emang biang gossip type kepo
ini.
Yang jadi perytanyaan berikutnya, memangnya kalau tahu
alasanya dia tidak jadi memutuskan hubungan dengan kita gitu? Ya ngak
juga, kalau dia sudah niat putus, ya putus. Kalau di paksa nyambung lagi
pasti seperti mayat hidup. Hubungannya ngak enak. Lama recover
perasaan.
Jadi bisnis juga mirip hubungan pacaran atau
pernikahan? Jawabannya ya. Seperti kondisi saya saat ini, bermitra
dengan beberapa orang dan membangun beberapa usaha. Factor ekonomi
adalah salah satu factor penentu panjang pendeknya sebuah hubungan.
Tanyakan pada mereka yang berkeluarga. Di suatu titik terendah di mana
harta tidak ada bahkan berhutang, hubungan pernikahan bisa juga berada
di titik terendah. Hidup bermodal cinta saja ternyata ngak cukup. Hidup
modal cinta hanya bisa buat memenuhi rasa, sementara raga atau jasmani
tetap perlu makan minum. Begitu kebutuhan pokok tidak terpenuhi maka
kebutuhan rasa atau jiwa bisa bubar juga.
Dalam RUPS rabu lalu
mitra saya mengajukan penawaran, “bagaimana wiek, setuju buat equity
call? “ Para sahabat tahu pasti tentang equity call atau modal tambahan
disetorkan tunai buat proyek berikut atau buat menutup pinjaman atau
untuk meng-cover biaya pengeluaran cost.
Saya ngak setuju equity
call! Saya berkata dengan keras. Ini bukan salah kita. Ini adalah
business as usual, bisnis seperti biasa. Executive yang melakukan
langkah ini 2 tahun lalu, maka biar dia yang menyelesaikan.
Peristiwa ini adalah peristiwa dimana direksi 2 tahun lalu mengajukan
pinjaman untuk pengembangan usaha. Yang saya setujui malah saya dukung
dan lebih dari itu saya bantu prosesnya. Ceritanya begini .
Sebuah lembaga besar berminat menjadi mitra kita. Dengan komosisi 40
mereka kita 60. Setelah setoran maka komposisi tersebut menjadi permanen
atau sah. Perlu di ingat, besaran kepemilikan saham bukan dari lembar
saham tertulis di akta, tetapi bukti setoran di pembukuan akunting.
Anda boleh memiliki 30% tapi ngak pernah setor maka mitra anda yang
setor pembukuan nya di catat sebagai miliknya semua. Dan dalam cerita
kita bermitar 60:40 setoran sudah lengkap. Lalu ada investasi yang akan
kita kucurkan. Bukan setoran saham, ini adalah project cost. Untuk EPC
engineering, procurement dan construction.
Maka nakalnya saya
keluar (baca: asshole). Saya meminjam uang saja, tidak pakai equity
sendiri. jadi katakanlah angkanya 10 milyar. Saya yang membiayai proyek
tersebut demikian saya katakana kepada mitra saya. Namun uang itu saya
dapat dari pinjaman. Dari mana pinjaman itu? Dari mitra saya juga.
Karena dia tidak berani 100% menanggung resiko proyek maka dia main
aman dengan system bunga pinjaman. Jadi uang itu saya pinjam saja dari
mereka.
Mereka adalah lembaga besar. Perusahaan yang mumupuni.
Maka dari sisi keuangan saya tawarkan meminjam dari dia dengan personal
garansi di ambilnya. Uang itu saya pakai buat membangun proyek bersama
namun dalam pembukuan perusahaan, perusahaan bersama dimana 60:40
perusahaan itu meminjam dari saya. dari pada kena pajak individu mending
buat perusahaan.
Nah inilah perusahaan yang akan putus dengan saya tersebut.
Katakanlah perusahaan B. perusahaan B pinjam ke mitra 40 dari
perusahaan A di awal. Mitra 40 adalah pemilik 40% saham PT A. jadi saya
ulangi lagi, PT A meminjam dari PT B. PT B meminjam dari mitra 40.
Dalam pembukuan B, ada asset ada hutang. Impas. Pinjaman ke A adalah asset, meminjam ke mitra 40 adalah hutang. Balance.
Saya berani memutuskan begitu karena saya tahu begitu EPC proyek jadi
dan di aprais maka valuenya nilanya akan naik 2 kali lipat. Sebagai
catatan PT B isinya adalah mitra 60, group saya sendiri. dan sekali lagi
agar faham yang ngajak pegatan adalah mitra 60 ini.
Dan benar,
saat ini nilainya 2 kali lipat bukan karena nilai naik tapi kontrak
bisnis besar yang kita peroleh memuat 90% kapistas produksi terpenuhi.
Mengapa tadi saya katakana nakal di tulisan diatas. Uang yang tadinya
menjadi pinjaman ke PT A oleh PT B, akan saya CONVERT atau akan saya
ubah menjadi saham. Inilah nakalnya saya. sewatu 60:40 katakan kita
setor 600 juta, mita setor 400 juta. Lalu ketika saya setor value proyek
sebagai equity PT B setor ke dalam PT A, kita menyetor 20M. maka mitra
harus setor 13.4 M jika ingin mempertahankan kepemilikan 40%!!
Dan, kalau dia setuju bayar 13,4 M, sebenarnya itu tidak perlu uang dia
keluarkan, cukup swap cash atau tukar buku saja. Masukan 13.4M ker PT A,
PT A bayar hutang ke PT B, dan PT B bayar lagi ke mitra 40 lunas hutang
PT B. PT B selesai tugasanya.!!! Bahkan di PT B ada uang 2 M,
seharusnya?!
Yang jadi masalah sekarang ternyata mitra 40 tidak
mau setoran equity, dia mau uang balik 11.4M. dan inilah sebenarnya yang
saya harapkan. Inilah “nakalnya” saya yang saya design dari awal.
Karena dengan kita setor 11.4, kita memiliki 95% saham PT A. saham mitra
40 kita Dilusi, kita DILUTED. Dari 40% menjadi tinggal 5%.
Dalam
pemikiran saya kita bayar 11.4M tapi dapat asset dua kali lipat dalam 1
tahun. Pintar toh?! Tapi tidak di mata mitra 60 kita ternyata. Dia
lebih pintar lagi ternyata, jauh lebih pintar dari saya. Dikepala mitra
saya, dari mana dapat 11.4M buat bayar mitra 40!
Dia minta ke saya equity call!!!. sesuai prosi saham.
Kalau saya ngak setor saham saya DILUTED!...JAGAD DEWA BRATA!!!!! kena
saya.bisa Amsiong saya. balik kesaya posisi ini. Inilah yang membuat
saya tidak bisa tidur dua malam. ini business as usual, atau business
unusual. Peer buat inward looking di week end, enjoy ride! # may peace
be upon us