Kamis
kemarin saya menjadi salah seorang pembicara di sebuah pabrik di bilangan Cikarang Barat, tepatnya di kawasan Jababeka.
Jadwal acara di mulai pukul 08.00
hingga jam 16.00. Mengingat
jarak dari rumah saya di bilangan Jakarta Selatan saya memutuskan berangkat
jam lima
pagi dari rumah. Berhubung saya tidak mengenal dengan baik daerah Cikarang saya tidak berani
berspekulasi. Lebih baik kecepetan daripada terlambat atau waktu mepet-mepet. Hal ini bisa membuat tegang atau
kalau keseringan bisa membuat “leopard syndrome” hehe…
Pasti
banyak yang tau apa syndrome leopard itu khan?! Leopard adalah binatang yang
memiliki kecepatan dalam berlari di muka bumi ini adalah yang paling cepat.
Tidak ada mahluk berkaki empat
dan berkaki dua
yang bisa mengalahkan top speed larinya.
Sehari-hari
leopard adalah mahluk yang relax,
yang santai. Namun ketika hendak menerkam mangsanya dia akan mengawasi dengan
waktu lama, dengan teliti, kemudian dia akan mengendap-endap menurunkan
tubuhnya mendekati tanah (dan ini adalah kunci binatang ini bergerak cepat
karena anti gravitasinya besar). Ketika seperkian detik dia akan menerkam dan
bergerak, seluruh tubuhnya akan menegang dan detak jantungnya baik (apa maksudnya ini?) bisa lebih dua kali
lipat dan seluruh adrenalisnya mengarah ke pusat gerak otot. Ketika dia melesat
maka kecepatan dan akurasinya tepat. Leopard termasuk binatang yang memiliki
tingkat ketepatan menangkap mangsa mendekati sempurna, hampir tidak pernah
gagal.
Pada
manusia terjadi hal yang sama ketika manusia tersebut sering harus kuda-kuda.
Misalnya mau presentasi, mau sidang skripsi, mau menjadi saksi di pengadilan,
menantikan kelahiran anak pertama, hendak melaksanakan ijab kabul, nunggu cinta
dibalas, dan lain sebagainya. Kalau hal ini tidak terbiasa adrenalin yang
bekerja membuat asam lambung naik dan bikin mules, eneg di ulu hati, pusing
bahkan sampai muntah dan panas dingin. Dalam dunia kejiwaan, manusia yang sering kuda-kuda dan
membuat panik
dalam jangka panjang bisa membuatnya menderita “leopard syndrome”. Tidak heran banyak penyanyi, atau
orang-orang panggung mengalami hal seperti ini (untuk solusi kita bicarakan di
catatan lain).
Kembali
ke cerita di atas. Kalau terlambat atau pas waktu persiapan berbicara menjadi terburu-buru. Atau ada hal yang
memalukan, kita tidak mengenal situasi keadaaan mereka ter-up date. Misalnya baru ada demo
buruh, atau baru saja diganti pemimpinnya, dari yang konservatif menjadi agresif, atau
tidak mengenal siapa orang yang paling sering diledekin yang paling lucu, yang
paling baik, dan lain sebagainya.
Atau
kita sudah menghafal nama pimpinan misalnya di lembaga pemerintahan, atau BOD di perusahaan, begitu datang terlambat semua
lupa. Itu sangat memalukan. Seperti kebiasaan organisasi kami yang dipimpin Mas Kirdi, data seperti ini sudah ada di
meja saya satu
minggu sebelum acara. Seperti usia peserta, lama kerja, pendidikan, apa
produksi utama mereka, sistem kerja, jajaran BOD dan manajemen, nama divisi dan
departemen, dan lain sebagainya.
Tanpa
data ini semua, saya bisa menjadi stranger, menjadi orang aneh tidak dikenal,
joke kita nggak
mengena, contoh kasus kita jauh dari dunia mereka, pemilihan kata-kata tidak
dikenal dengan bidang mereka. Misalnya dunia teknikal lapangan, ada istilah
boiler, welding, combustion, foreman, HSE,
dan lain-lain. Dunia banking ada istilah harian dengan loan, interest, project
finance, corporate bangking, retail banking, customer service,kasir, dan lain-lain yang setiap hari
berada di lingkungan tersebut. Atau di dunia finance ada istilah IRR, payback
period, private placement, off taker, equity call, back door listing, IPO, dan lain-lain. Dunia kemiliteran, atau dunia pemerintahan (pemda dan
lain-lain) semua memiliki istilah, semua memiliki kasus-kasus berbeda.
Kalau
kita di hadapan mereka maka istilah tersebut merupakan “ mother language”, bahasa ibu dalam pikiran mereka, yang wajib kita gunakan.
Menggunakan istilah yang tidak dikenal atau tidak dipakai di kalanganmereka
membuat mereka menjadi tidak nyambung dengan informasi yang kita berikan.
Menggunakan bahasa umum dan sederhana jauh lebih efisien ketimbang menggunakan
istilah supaya terlihat keren atau intelek. Yang penting pesan kita diterima
sebanyak-banyaknya. Itu inti komunikasi.
Ini
alasan saya berangkat jam lima
pagi. Duduk di kursi belakang, catatan nama petinggi perusahaan saya hafalkan,
dan banyak hal saya ulang-ulangi dalam pikiran agar pengucapanya nanti natural,
alami. Saya menghafalkan joke yang Mas
Kirdi
sudah siapkan, ada limajoke
baru yang sesuai dengan bidang perusahaan yaitu produsen spare part alat berat
untuk pertambangan ini. Saya menghafalkan opening line yang telah di-scripted-kan oleh timNarapatih. Saya menghafal time
punctual, ketepatan
waktu bicara dengan bahan presentasi. Persis seperti bintang film figuran
sedang menghafalkan script. Saya ulangi berkali-kali dalam gumaman dan pikiran
termasuk diikuti dengan gerak.
Semua
yang saya lakukan tersebut terhenti lama ketika sekitar jam enam mobil kami memasuki Tol Cikampek. Di sisi berlawanan mobil
yang menuju Jakarta bumper to bumper. Rapat padat bergerak pelan. Dan itu mulai
dari saya tidak tahu, karena posisi saya sudah di Bekasi Barat sewaktu
memperhatikan fenomena tersebut. Dan
terus hingga saya exit di Tol
Cikarang
Barat,
yang berada di kilometer 26 alias macetnya jalan tersebut saya tidak bisa
hitung berapa panjang. Gila, itu komentar saya. Kalau mereka yang berada di sisi
seberang jalan ke arah Jakarta tersebut tidak pinter-pinter mengelola
hati, mengelola pikiran,
mereka semua bisa terkena “leopard syndrome”! Itu yang ada dalam pikiran saya.
Ngelamun saya memikirkan fenomena barisan kendaraan
itu sehingga tanpa sadar jam tujuh sampai di depan pabrik dan membuat saya
kaget dan buru-buru menghafal line bicara saya dan ini membuat saya bisa juga
kena syndrome kagetan juga. Mudah-mudahan kita semua diberikan kesabaran
karena secara psikis kejiwaan paling efektif penyembuhannya dengan hal
religious dan spiritual yaitu salah satunya memiliki kesabaran.