Rabu, 28 Oktober 2015

BLASTING DAY DI CALSINDO



Tuiiiiiiit... peluit panjang terdengar menggema di seluruh quarry kapur. Kami semua merapat ke safety area. Dalam hitungan detik, BOOOOM!! Terdengar ledakan besar disertai serpihan batu ke sana kemari, asap hitam mengepul tipis. Itu adalah kerjaan rutin di quarry kapur Calsindo setiap minggu dua kali melakukan blasting.
Hal ini rupanya menarik perhatian pihak aparat keamanan. Hingga suatu hari ada dua perwira muda polisi berpangkat kapten datang ke tambang kapur kami. Tujuan utama bermaksud melakukan pelarangan dan penghentian tindakan blasting tersebut.
“Kami bermaksud mempertanyakan penggunaan blasting yang Anda lakukan. Kami mendapat laporan dari warga bahwa sering terjadi peledakan di bukit kapur ini, kata perwira yang lebih tinggi badannya.
“Apakah dilarang, Pak?
Tidak, jika ada izin penggunaannya.
Ya, kami punya lengkap, Pak,” sambil saya memerintah staf legal mengambilnya. Kami bahkan sudah memiliki izin untuk hi explosive yang menggunakan TNT. Kedua polisi itu mengecek seleuruh dokumen legal kami, lengkap!
Lalu saya menceritakan bahwa jenis batuan kapur hardness- nya tidak sekeras batu split, di mana kalau di tambang batu banyak yang pakai TNT atau hi explosive lainnya maka kalau kapur dikasih TNT kapurnya bisa jadi debu, hancur dan tidak bisa dipakai.
“Kalau langsung digaruk pakai excavator terlalu keras, rusak scoop dari back hoe kami,” saya menjelaskan kondisi lapangan mengapa Calsindo memakai blasting teknik dikombinasi dengan back hoe dan tenaga masyarakat yang mengumpul batu serpihan.
Lalu bagaimana Anda meracik low explosive?” kata polisi yang kecil yang banyak senyum.
Ada lima macam teknik, Mas,” saya menjelaskan (saya memanggil mas stelah tahu usia saya hanya terpaut 3-5 tahun lebih muda). Saya menceritakan asal muasal bagaimana kami memiliki berbagai macam teknik pengeboman plus bahan dasarnya yang berbeda-beda.
Saya memiliki seorang ayah yang menjadi tentara di Angkatan Udara, dia merupakan alumni ITB dari jurusan perminyakan, lulus ITB tahun 1964. Mengabdi pada Angkatan Udara dengan pangkat kapten pensiunnya, dia mengajukan pensiun dini. Karirnya di militer sebagai kepala laboratorium membuat sepanjang karir militernya adalah mengembangkan sumber-sumber untuk bahan bakar militer dan amunisi.
Karena ketrampilan kimia tersebut ayah kami untuk memenuhi kebutuhan harian rumah selalu membuat sabun sendiri, detergen sendiri, shampoo sendiri dan banyak hal yang ayah saya buat. Termasuk ketika lebaran. Yang namanya petasan, kembang api bahkan roket buat firework yang meledak di atas dan berwarna-warni kami buat sendiri. Di usia pensiunnya pada tahun 1996 tersebut beliau saya perlukan tenaganya. Beliau kami pekerjakan untuk mengajari tiga anak pabrik untuk bisa mengerjakan blasting atau dibuat sebagai ahli peledakan.”
Perlu dicatat 70 persen pegawai pabrik Calsindo adalah anak pesentren. Dan tiga pakar bom yang dididik ayah saya tidak terkecuali. Inilah yang membuat saya di tahun 2000-an terindikasi beraliran garis keras mendukung terorisme (diterangkan di tulisan lainnya). Karena memahami bom dan menjadikan anak-anak pabrik masuk daftar awas. Mereka adalah Alimin, Syamsuri dan Budi Handaya.
Salah satu legacy yang diajarkan ayah saya almarhum Bapak Trisunu yaitu meracik bom dengan bahan dasarnya adalah pupuk tanaman biasa. Biasa terjual di pasaran seperti sodium nitrate, arang (charcoal) dan sulfur atau di apotek disebut tepung sulfur. Dengan takaran tertentu maka daya ledaknya sesuai dengan yang dibutuhkan.
Yang membuat dua teman di kepolisian heran adalah bahannya beragam pilihan. Misalnya tidak ada sodium nitrate maka digunakan bahan lain yaitu potassium chlorite, bahan buat odol. Potassium chlorite ini bahkan lebih keras ledakannya dibanding sodium nitrate. Dan ayah saya memberikan lebih dari lima macam racikan, semua dari bahan umum, seperti garam industri, dan lain-lain. Ini membuat masalah di mata rekan polisi. Karena di tahun 1996 hal ini belum diatur dengan baik alias tidak ada aturannya. Kalau hi explosive seperti TNT, C4 , bom plastik, sudah ada aturannya dan harus terdaftar dan membelinya terbatas lewat Pindad misalnya. Sedangkan low explosive seperti yang Calsindo kerjakan saat itu masih dianggap mercon besar saja.
Baru sekarang ketika banyak bom teroris maka low explosive ditata aturannya karena fakta didapat dari lebih tiga puluh bom yang diledakkan teroris sejak bom natal tahun 2000, bom Bali I. bom Bali II, bom Marriot hingga bom pipanya group Pepi tahun 2010, semua low explosive yang membedakan hanya dosisnya. Kalau kayak bom Bali II di Paddy’s CafĂ© itu hampir beratnya 500 kg. Jelas saja efeknya kayak hi explosive!
Pokoknya anak-anak bagian blaster bisa buat dari semua unsur kimia yang masuk kategori oksidator kuat. Seperti KClO3 potasium nitrate dan lain-lain, intinya oksigen murni bisa dilepas disambar percik api... BOOM !!!
Ada lagi yang membuat sobat polisi bertanya-tanya, karena ignition-nya — pemicu residu —, resin atau bisa pakai teknik apa aja, press and release atau electrik. Yang tersering adalah sistem electrik menggunakan baterai accu. Lama mereka berdua di pabrik dan sejak saat itu mereka sering mampir bolak-balik. Mereka sungguh-sungguh terpesona dengan mainan bom Calsindo. Sering kami demokan hal yang aneh-aneh pada saat blasting day .
Selain mempelajari mereka juga curhat. Salah satunya, polisi seakan warga negara kelas dua. Dulu AD dan ABRI lebih bertaring. Polisi anak bawang. Sehingga di tahun 1995/1996 di masa mereka berdua kapten mereka hampir tidak ada kerjaan. Praktis membosankan dunia polisi kala itu, demikian curhatan mereka berdua.
Suatu hari saya menyarankan mereka untuk ambil sekolah lagi. Ambil master lanjutin sekolah lagi, dan saya sarankan jurusan bom, intelegen dan terrorisme supaya di jajaran polisi ada bomb squad. Minta negara bayarin. Ternyata mereka mengajukan dan ternyata disetujui. Yang jangkung ke Australia dan Amerika. Yang pendekan dan berbadan kecil ke Inggris dan Amerika. Bahkan si badan kecil sampai doctoral S3. Sekolah bom dan terorisme plus keilmuan psikologi. Keduanya serius memanfaatkan masa belajar. Sekolah intelegen MI6, ke FBI, NSA dididik langsung oleh trainer Mossad dan lain-lain. Dari 1996-1999 adalah periode ke sana kemari belajar. Di tahun 1999-2000 salah satunya berada di posisi konflik Ambon-Poso. Yang satu selalu ada di TV jika ada bom terjadi, di mana sejak mereka kembali dan tahun 2000 aktivitas teroris terjadi. Karir mereka meroket naik. Secara kepangkatan, AKBP, Kombes, semua jabatan strategis dengan cepat mereka lalui. Bahkan saat ini salah satunya sudah jendral berbintang dan yang satu si jangkung akan berbintang pula. Masih Kombes namun posisinya di Bareskrim sangat vital.
Kedua sahabat inilah sebenarnya yang mengajari saya ditahun 1996-2000 keilmuan intelegen, kursus paramiliter adalah rekomendasi mereka, beberapa kursus related kepada kriminal khususnya extra ordinary crime adalah keilmuan mereka. Data dari merekalah membuat saya seakan menjadi pakar teroris kawakan. Jujur saja, tadinya hanya hobby-hobbyan, belajar-belajaran, diskusi literature, dan tidak disangka di tahun 2006-2011 saya malah aktif menjadi terlibat. Bahkan beberapa tempat TKP masih hangat kejadiannya saya sudah di sana. Sehingga sewaktu rekan-rekan media tanya, saya sudah dapat berita fakta dari tangan pertama.
Dari pertemuan tidak sengaja lebih dari lima belas tahun yang lalu. Dari percakapan pertemanan, dari sharing ilmu, dari diskusi dan data fakta jadilah sebuah rangkaian yang kami sendiri tidak pernah menyangka akan terjadi. Adanya jaringan teroris di Indonesia yang menggunakan bom sebagai episentrumnya. Siapa yang menyangka, keilmuan yang tidak populer mendadak ada di baris depan dalam menangani teroris.