Rabu, 28 Oktober 2015
“ Bosan adalah perkataan yang keluar dari seseroang yang tidak berdaulat terhadap dirinya sendiri”
Kebiasaan sebagai manusia pagi membuat pertemuan sering saya lakukan di pagi hari, breakfast meeting adalah hal yang sering saya lakukan.Jumat kemarin pun bukan pengecualian. Makan pagi nasi uduk bersama mitra bisnis di bilangan kuningan di belakang KPK menjadi pilihan kami kemarin.
Jam 6.30 berangkat dari rumah dan langsung ke rumah nya di bilangan tirtayasa kebayoran dan saya pun pindah kendaraan kedalam mobilnya. Pertemuan ini saya yang menginisiasi. Karena pertemuan kami terakhir 7 bulan yang lalu. Di Hari sabtu pagi sekalian makan yam cha breakfast ala chiness namun di warung pinggir jalan favorit kami di bilangan kemang.
Benar, kesamaan kami berdua adalah sama-sama tukang makan. Makan enak syaratnya. Mau di ujung gank, di tengah sawah, kami ngak perduli pasti kami santap.
Pertemuan 7 bulan lalu sehari setelah beliau bertemu dengan petinggi partai yang mengundangnya di rumah petinggi tersebut di bilangan jalan teuku umar Jakarta.
Sahabat dan mitra bisnis saya ini bagi saya memiliki hubungan dalam berpolitik cukup menarik dalam keluarganya. Ayah dan beberapa pamannya adalah pentolan partai hijau, sementara 1 dari pamannya pentolan senior partai kuning. Apalagi keluarga istrinya, kuning banget dan aktif dalam jajajara petinggi kuning. Sahabat saya ini tidak berpolitik, namun dimasa mudanya dia di swaramardika dan berkesenian membuat dia dengan salah satu anak pendiri bangsa dekat sekali hubungannya.
Tidak heran dia sangat dekat dengan pimpinan partai merah yang satu hari sebelum kita bertemu 7 bulan yang lalu dia 2 jam berdiskusi dengan sang peminpin partai tersebut. Sabtunya, 3 jam kami berdua mendiskusikan pertemuan tersebut dan bicara ngalor ngidul terutama tentang bisnis yang saya sedang “propose” ke dia.
7 bulan berlalu sampai jumat kemarin. Saya inisiasi dalam pesan singkat di hape, “bro, kalo sampai 7 bulan kita ngak ketemu bisa kena “pasal” ini. Perdata pidana kasusnya?!” . yang di jawab, jumat pagi jam 7 di tunggu di rumah ya, kita sarapan nasi uduk kampung di kuningan belakang KPK.
Dimobil, ketika dalam perjalanan diskusi di buka dari banyak hal pertama pasti keluarga. Baru kerjaan. Sampailah kita membicarakan sampai batas jam berapa waktu bersama hari ini . Karena saya tahu dia sibuk, saya pun sama. Maklum kami sama-sama petani yang masih nyangkul. Beban pribadi dan tanggungan bukan hanya sebatas rumah dan “extend family”, namun ada pegawai dan bisnis yang lagi mati angin situasi dunianya. Pertemuan dengannya untuk membahas itu. Pasar mengeser kemana atau pasar mau di bawa kemana. Market follower apa mau jadi market maker. Mumpun lagi ngak ada angina begini enaknya men-drive pasar. Jangan jadi pengikut pasar.
Kalau perlu setelah buat jadi market maker, menjadi penentu harga atau “price setter”. Bukan “price taker”.
Price taker misalnya anda di dunia komodity. Harga 1 kg bijih kopi ada standar harganya. Kita tingal “take” ambil atau tidak. Tidak bisa menentukan harga. Begitu anda beli kopi bijihan tersebut, anda sangria, anda giling, anda jadikan expresso di kedai anda. Anda jual 15 ribu per gelas anda mulai menjadi price maker, skala kecil.
Maka penting bagi saya selalu up date dengan sesama teman yang memang menarget pasar besar, trend setter , market maker.
Jadi sampai jam berapa kita bisa bersama nih? Dia menengok jam di tanganya dan berkata , saya jam 9 ada undangan. Yang saya jawab iya sama. Di mana? Saya tanya? Itu di bank , deket sangrila. Lah sama, kata saya. saya juga kesana. Khan ada hari pelanggan nasional, priority member saya juga di sana.
Kami ketawa berdua karena artinya waktu kami bisa cukup lama hari ini berdiskusinya.
Makan dan diskusi tak terasa waktu berjalan. Berdua makan nasi uduk agak oedas membuat keringat mengucur, namun itulah kami, kalau makan mau berkeringat-keringat kalau kerja mau enaknya aja, alias ngak mau keringetan hahaha. Kemudian waktu menunjukan jam 8.30 dan kami pun bergegas memenuhi undangan jam 9 di bilangan sudirman. Namun jalan macet baru jam 10 tiba. Biasanya hanya 20 menitan namun jalan Jakarta yang lagi renovasi membuat 1,5 jam perjalanan nya. Kami tetap syukuri dan nikmati sekali diskusi banyak hal di mobil.
Setibanya kami di lobby ternyata banyak tamu. Namun tamunya sudah pualng alias acaranya sudah selesai.
Kami tetap turun dan sebuah kebetulan kami hadapi. Hari itu hari pelanggan nasional sehingga yang melayani adalah para direksi. Karena tamu pada pulang dan ketika direksi mengantar dan kami baru saja datang menjadikan kami berdua dilayani 3 direksi dan petinggi bank tersebut.
Kami pun diantar keruang yang sudah dipersiapkan untuk menyambut banyak tamu, namun karena acara sudah selesai ya tinggal kami berdua.
Bagi kami berdua sebuah kehormatan ketika kepala cabang nya menceritakan bahwa agenda hari ini mereka para direksi di tugaskan melayani langsung para nasabah, para pelanggan. Di tugaskan direksi turun langsung, berinteraksi dengan nasabah. Bertanya, sharing, getting into deep dengan pelanggan. Mengenal jauh pelanggan, apa dunia mereka, apa harapan nasabah. Dan..karena acara sebenarnya sduah selesai tinggal kami berdua. Maka 3 direksi dan 8 petinggi lainya senior VP hingga kepala cabang duduk mengelilingi kami. Tukar menukar informasi dan data.
Mereka bertanya jauh kedalam seperti apa usaha kami, apa harapan kami terhadap bank mereka, dan ada hal apa yang bisa mereka bantu. Bisa di bayangkan, kami berdua dengan 11 orang yang dengan santun melayani kami. Pertanyaan tersebut mereka minta kepada saya untuk menjelaskan apa yang bisa di sinergikan.
Ketika waktu dan tempat di berikan kepada saya, mata sahabat saya mendelik. Dia tahu sekali seroang mardigu jangan di kasih mike, jangan di kasih kesempatan bicara, jangan di kasih peluang sedikit saja berada di depan orang.
Seorang mardigu wowiek adalah pengemar “pendengar suaranya sendiri”, kalau di kasih mikrophone dia bisa nyerocos banyak , walau ngak ada yang dengar, namun dia senang mendengar suara sendiri. itulah “joke” sabahat saya tentang saya. makanya ketika “floor” di berikan kesaya. Dia sudah tahu, peluang ini pasti saya ambil dan bikin mereka suka ngak suka, mendengarkan impian dan ngawurnya seroang wowiek.
Menjawab pertanyaan bisnis pak wowiek apa sekarang? Apa yang bisa kita sinergikan, apa yang bisa membuat mutual benefit keuntungan bersama?
Saya samber kesempatan tersebut pastinya.
Berdasar data yang saya peroleh, benarkah bahwa 30% hotel berbintang di Indonesia , dalam 30 tahun terakhir bank anda yang membangun atau membantu pendanaan? Saya memulai pembicaraan.
Dijawab dengan anggukan beberapa orang di hadapan saya, saya dapat pastikan mereka baru ngeh juga sepertinya.
Ada 13.000 hotel bintang dan non bintang di Indonesia saat ini dimana turis asing yang 9 juta memberikan kontribusi nilai transaksi USD 2-3 billion atau senilai 30 triliun rupiah per tahunnya untuk akomodasi. Bapak ibu pasti tahu statistic ini khan? Saya kembali bertanya dengan data yang saya tahu sekali keabsahannya.
Data statistik kamar hotel antara turis asing dan local berbanding seimbang, 1 banding 1 alias turis local pertahun belanja akomodasinya juga sekitar 30 trliun rupiah. Dan dalam rencana pemerintah hingga tahun 2019 target dari transaksi kamar diharapkan meningkat 100% alias 20 juta turis asing meningkatkan 5-6 bilion dolar transaksi pertahun.
Saya melanjutkan dongeng saya, cerita angka yang fantastic tadi apa hubungannya dengan bank bapak dan bisnis saya? pasti itu yang menjadi pertanyaan bukan?
Kemudian saya melanjutkan : Saya memiliki piranti pintar untuk kamar mencari kamar hotel dan lokasi terdekat dari traveler. Juga ada feature notifikasi dari traveler kepada hotel bahwa dia mencari hotel terdekat dan termurah.
Ini bukan web base seperti OTA online travel agent. Ini adalah aplikasi gadget di smartphone. Mirip seperti gojek + waze. Demikian saya menjelaskan piranti saya tersebut. Nah demi meningkatkan pendapatan devisa Negara, saya mengajukan proposal ke bank bapak ibu, yaitu saya akan menggunakan bank anda sebagai “payment getway” seluruh transaksi kami. Dan membangun aliansi penjualan bersama.
Fee payment getway tersebut saya garansi bisa menambah pundi-pundi kantong bank pada “fee base income” bank anda.
Berikutnya, seperti program discount di restaurant tertentu dimana saat ini banyak card holder memiliki kartu kredit dengan tujuan mendapatkan diskon di restorant favorit. Saya minta bank anda, mempromosikan produk dalam negeri ini yaitu gethotel aplikasi pintar pencari akomodasi ini. Setiap pembelian menggunakan card bank anda, discount tambahan 30%.
Co-branding ini ekslusif hanya untuk bank anda. Bank akan mendapatkan benefit dari peningkatan fee base income dan marketing effect nya.
Pertanyaannya, setiap tahun ada anggaran marketing bukan? Berapa anggaran tersebut dan baliknya berupa apa? maka sesekali “balik”nya terukur dan saya berani bertaruh bahwa angararan tersebut bisa 1 banding 1. Alias berapapun biaya marketing buat kampanye produk gethotel ini, dalam 1 tahun income dari fee sama dengan biaya marketing atau dengan kata lain biaya marketingnya nol, bukan “cash out” lagi tapi “even”.
Selesai saya bicara, saya menatap wajah sekitar yang beragam reaksinya. Saya ngak sempat menganalisa karena sebagian dari mereka sudah melihat jam tangan berkali-kali dan menatap jam di tembok. Wah setengah 12 sudah mau sholat jumat nih demikian direksi yang paling senior membuka kalimat dan direksi satu lagi dengan santun berkata, sepertinya kita harus menyediakan waktu khusus untuk hal ini pak ! dan saya hanya tersenyum mengangguk.
Dan sahabat saya yang mukanya bête mepet kesaya dan berkata, loe gila ya, kapan aja ada peluang setipis apapun loe hajat buat jualan.ngak tau malu loe dasar. Di acara mereka loe jualan lagi. Agaknya dia bête melihat saya ngak ada basa-basi hajar bleh begitu di kasih kesempatan. Dia melanjutkan, loe lihat dong mereka sudah gelisah loe nyerocos terus kayak petasan .
Saya berargumen, lah ..khan mereka yang buka omongan dan pertanyaan, ya saya samber. Sahabat saya nyolot, iya..loe lihat-lihat dong sekitar mereka basa basi karena hari ini hari pelanggan. Loe perhatiin ngak senyum mereka kepaksa heh. Ini juga demi liputan tuh wartawan media potret sana-sini, itu rencana mereka, bukan denger loe ceramah , yang duluin khatib jumatan. Emang gila loe mah jadi orang ya. Sahabat saya sekarang yang nyerocos nyeramahin saya dimana pejabat bank yang dari tadi menunggu kesempatan pergi mendadak amit mundur semua. Tinggal saya yang celingukan. Yah, saya mah berpasangka baik aja siapa tahu ide saya di terima. Siapa tahu jodoh. Dari pada barang bagus ngak di promosiin, berdebu di bawah meja, mending saya pajang dah . # may peace be upon us