Paling ngak enak ketika di kepala punya rencana A lalu di meja ada
sebuah informasi baru. Sebuah informasi yang mendadak membuat “mood”
rencana A bubar. Dan itu terjadi pagi tadi. Sepulang dari mengajar
kemarin, ada setumpuk dokumen di amplop coklat bertuliskan lembaga
Negara berlogo garuda pancasila.
Ini adalah dokumen mingguan yang
biasa saya terima di hari senin. Namun kali ini data nya di kirim
kamis. Karena besok hari jumat di butuhkan laporan 2-3 halaman di meja
pimpinan departemen. Kalau biasanya baca Koran sambil minum teh, maka
kali ini baca barisan data fakta. Ini yang membuat rencana A jam 7
breakfast meeting, jam 9 di BRI, jam 13 di ESDM bubar.
Rencana B.
jam 9 BRI. Yang lain reschedule. Data kali ini agak berat buat di cerna
otak saya yang terbatas kapasitasnya. Bagi banyak orang data ini ngak
penting, karena apa hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Bagi
sedikit orang ini menguntungkan bagi bangsa ini merugikan.
Data
tersebut (izin infonya saya kemas) di dapat informasi bahwa setiap hari
ada lebih dari 12.000 - 20.000 barel minyak perhari di curi di wilayah
sumatera! Di tambal di sini, pindah lagi disisi lainnya. Berapa sih
kalau orang awam bertanya 20.000 barel perhari itu? Kira-kira 3 juta
liter perhari. Kalau tangki minyak itu 10.000 liter kira-kira 300 tangki
di colongin setiap hari!.
Dan sudah berjalan selama 5 tahun
lebih tanpa bisa di atasi, tepat nya tidak ada yang mengatasi. Sama
persis seperti kabut asap 18 tahun terakhir hanya tontonan publik atau
hanya jadi bahan buat media atau jadi gossip di warung kopi. Ngak ada
yang benar-benar perduli dan bereaksi.
Data lain yang membuat
saya kesedak minum teh nya adalah, setiap bulan lebih dari satu kali
sambungan kable Telkom yang saat ini kabel fiber optiknya sepanjang 20
.000 KM terputus. 2 kali sebulan? Ini di kerjain? Ini sih di gergaji
sendiri kali ya? Maklum biaya sambungnya 4 juta dollar! Ini khan bisa
jadi proyek akal-akalan? Maaf ini analisa liar saya kok, bukan fakta
komentar saya yang terakhir itu.
Dibawah data kabel yang terputus
ada sebuah data lagi : baru saja Telkom kecurian kabel sepanjang 80KM
di daerah Kalimantan Barat. Wah. Hebat bener, 80 KM kabel fiber optic,
hilang!.
Saya melihat lagi data di bawahnya, pencurian kayu
illegal logging, pencurian hasil laut illegal fishing, angkanya luar
biasa! Saya ngak tega menulisnya. Tepok jidat tidak menyelesaikan
masalah. Mengurut dada juga tidak melegakan hati. Apa lagi kalau dada
orang lain yang di urut ya .
Data lain yang membuat tangan saya
diam saja selama 5 menit memegang cangkir adalah gambar palu arit.
Kepala saya menari-nari membayangkan apa yang sedang terjadi dengan
imaginasi saya. tanpa sadar cangkir ngak mendekat-mendekat kemulut,
hanya di pegang saja.
Kemunculan symbol palu arit secara
semultan berbarengan di berbagai wilayah seperti ambon, medan, bantul,
magelang, jember, pemekasan, gorontalo, payakumbuh, malang, Jakarta,
medsos. Waduh..ini apa lagi sih! Ini bangsa kayak ngak habis-habis di
hajar sana sini sama hal-hal yang mengerogoti.
Kalau sahabat
mendapatkan fakta ini apa kira-kira yang ada di benak anda? Atau mungkin
kalau boleh saya bantu melihat dengan mata burung, dimana kita naik
sedikit melihat Indonesia dari sisi lebih atas. Dimana kita bisa melihat
Indonesia dengan memandang regional, asean terlihat, Australia
terlihat.
Setiap Negara, pasti punya “nation interest” Australia
punya, Singapore punya, Malaysia punya, kembali ke Indonesia, apa nation
Interest dari Indonesia? Ada yang bisa jawab? Nation interest sebuah
Negara adalah “collective interest” dari mayoritas populasi. Apa
kira-kira “nation Interest “ bangsa Indonesia saat ini?
Terlalu
focus kedalam negeri bisa lupa “inter dependency” antar Negara. Sama
seperti halnya jika kita dalam skala mikro atau pribadi. Jika kita ada
masalah, misalnay masalah ekonomi, maka jika kita hanya berkutat dengan
pemikiran sendiri dan dengan lingkungan yang sama. Garansi anda tidak
akan keluar dari masalah.
Namun jika anda keluar bergabung
dengan network jaringan yang lebih besar maka kemungkinan besar solusi
anda terpecahkan, dengan cara lain, dengan cara baru, dengan action
berbeda.
Kembali ke topic, dengan menggunakan “bird eye” mata
burung melihat wilayah regional muali terlihat cara melihat Indonesia
menjadi beda. Lalu kita naik lagi lebih tinggi lagi lama perspektif
hingga china, jepang, korea dan amerika. Yang secara regional jika
populasinya kita gabungkan bisa mencapai 2 milyar manusia. Dimana mereka
untuk mengelola bangsanya masing-masing perlu ketergantungan dengan
banyak hal. Fossil oil, mineral, pangan, bahan baku, dan lain
sebagainya. Bagaimana mereka memandang dunia, bagaimana mereka memandang
Negara lain, dan bagaimana mereka menentukan “nation interest”nya
bisakah kita melihatnya?
Catatan kecil di ujung tulisan sebagai
pengingat, “nation interest” sebuah bangsa bisa menjadi “nation treat”
bangsa lain. Bisakah sahabat membacanya? Selamat malam Indonesia # may
peace be upon us always