Rabu, 28 Oktober 2015

“Cinta itu ngak pernah menuntut, yang menuntut itu statusnya”

Paling ngak enak ketika di kepala punya rencana A lalu di meja ada sebuah informasi baru. Sebuah informasi yang mendadak membuat “mood” rencana A bubar. Dan itu terjadi pagi tadi. Sepulang dari mengajar kemarin, ada setumpuk dokumen di amplop coklat bertuliskan lembaga Negara berlogo garuda pancasila.
Ini adalah dokumen mingguan yang biasa saya terima di hari senin. Namun kali ini data nya di kirim kamis. Karena besok hari jumat di butuhkan laporan 2-3 halaman di meja pimpinan departemen. Kalau biasanya baca Koran sambil minum teh, maka kali ini baca barisan data fakta. Ini yang membuat rencana A jam 7 breakfast meeting, jam 9 di BRI, jam 13 di ESDM bubar.
Rencana B. jam 9 BRI. Yang lain reschedule. Data kali ini agak berat buat di cerna otak saya yang terbatas kapasitasnya. Bagi banyak orang data ini ngak penting, karena apa hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Bagi sedikit orang ini menguntungkan bagi bangsa ini merugikan.
Data tersebut (izin infonya saya kemas) di dapat informasi bahwa setiap hari ada lebih dari 12.000 - 20.000 barel minyak perhari di curi di wilayah sumatera! Di tambal di sini, pindah lagi disisi lainnya. Berapa sih kalau orang awam bertanya 20.000 barel perhari itu? Kira-kira 3 juta liter perhari. Kalau tangki minyak itu 10.000 liter kira-kira 300 tangki di colongin setiap hari!.
Dan sudah berjalan selama 5 tahun lebih tanpa bisa di atasi, tepat nya tidak ada yang mengatasi. Sama persis seperti kabut asap 18 tahun terakhir hanya tontonan publik atau hanya jadi bahan buat media atau jadi gossip di warung kopi. Ngak ada yang benar-benar perduli dan bereaksi.
Data lain yang membuat saya kesedak minum teh nya adalah, setiap bulan lebih dari satu kali sambungan kable Telkom yang saat ini kabel fiber optiknya sepanjang 20 .000 KM terputus. 2 kali sebulan? Ini di kerjain? Ini sih di gergaji sendiri kali ya? Maklum biaya sambungnya 4 juta dollar! Ini khan bisa jadi proyek akal-akalan? Maaf ini analisa liar saya kok, bukan fakta komentar saya yang terakhir itu.
Dibawah data kabel yang terputus ada sebuah data lagi : baru saja Telkom kecurian kabel sepanjang 80KM di daerah Kalimantan Barat. Wah. Hebat bener, 80 KM kabel fiber optic, hilang!.
Saya melihat lagi data di bawahnya, pencurian kayu illegal logging, pencurian hasil laut illegal fishing, angkanya luar biasa! Saya ngak tega menulisnya. Tepok jidat tidak menyelesaikan masalah. Mengurut dada juga tidak melegakan hati. Apa lagi kalau dada orang lain yang di urut ya .
Data lain yang membuat tangan saya diam saja selama 5 menit memegang cangkir adalah gambar palu arit. Kepala saya menari-nari membayangkan apa yang sedang terjadi dengan imaginasi saya. tanpa sadar cangkir ngak mendekat-mendekat kemulut, hanya di pegang saja.
Kemunculan symbol palu arit secara semultan berbarengan di berbagai wilayah seperti ambon, medan, bantul, magelang, jember, pemekasan, gorontalo, payakumbuh, malang, Jakarta, medsos. Waduh..ini apa lagi sih! Ini bangsa kayak ngak habis-habis di hajar sana sini sama hal-hal yang mengerogoti.
Kalau sahabat mendapatkan fakta ini apa kira-kira yang ada di benak anda? Atau mungkin kalau boleh saya bantu melihat dengan mata burung, dimana kita naik sedikit melihat Indonesia dari sisi lebih atas. Dimana kita bisa melihat Indonesia dengan memandang regional, asean terlihat, Australia terlihat.
Setiap Negara, pasti punya “nation interest” Australia punya, Singapore punya, Malaysia punya, kembali ke Indonesia, apa nation Interest dari Indonesia? Ada yang bisa jawab? Nation interest sebuah Negara adalah “collective interest” dari mayoritas populasi. Apa kira-kira “nation Interest “ bangsa Indonesia saat ini?
Terlalu focus kedalam negeri bisa lupa “inter dependency” antar Negara. Sama seperti halnya jika kita dalam skala mikro atau pribadi. Jika kita ada masalah, misalnay masalah ekonomi, maka jika kita hanya berkutat dengan pemikiran sendiri dan dengan lingkungan yang sama. Garansi anda tidak akan keluar dari masalah.
Namun jika anda keluar bergabung dengan network jaringan yang lebih besar maka kemungkinan besar solusi anda terpecahkan, dengan cara lain, dengan cara baru, dengan action berbeda.
Kembali ke topic, dengan menggunakan “bird eye” mata burung melihat wilayah regional muali terlihat cara melihat Indonesia menjadi beda. Lalu kita naik lagi lebih tinggi lagi lama perspektif hingga china, jepang, korea dan amerika. Yang secara regional jika populasinya kita gabungkan bisa mencapai 2 milyar manusia. Dimana mereka untuk mengelola bangsanya masing-masing perlu ketergantungan dengan banyak hal. Fossil oil, mineral, pangan, bahan baku, dan lain sebagainya. Bagaimana mereka memandang dunia, bagaimana mereka memandang Negara lain, dan bagaimana mereka menentukan “nation interest”nya bisakah kita melihatnya?
Catatan kecil di ujung tulisan sebagai pengingat, “nation interest” sebuah bangsa bisa menjadi “nation treat” bangsa lain. Bisakah sahabat membacanya? Selamat malam Indonesia # may peace be upon us always