Rabu, 28 Oktober 2015

“ Masuk neraka itu ngak gampang, harus konsisten”


Dalam setiap balapan kendaraan bermotor yang biasa di sebut high speed racing baik roda dua atau roda empat, maka yang namanya tikungan adalah hal yang sangat penting. Berbeda dengan drag race yang circuitnya lurus 400 meteran atau lari sprint 100 meter misalnya.
Kedua nya menuntut start yang benar. Mulainya yang benar, cepat dan memecah angin secepat-cepatnya. Jika anda berada sedikit dibelakang, ada akan melawan tambahan musuh yaitu angina mini turbulence yang di ciptakan oleh pelari di depan anda.
Atau kalau anda berkompetisi di mobil fast furious anda akan melihat debu lawan anda di depan jika start tidak cepat.
Dalam bisnis, keduanya tidak bisa di abaikan. Start yang tepat dan memanfaatkan tikungan yang tepat. Dan saat ini adalah saat yang tepat untuk “start” memulai dan kalau anda sudah memulai, menyalib di tikungan dimana competitor anda slow down. Benar, kita butuh masa seperti ini.
Benar juga, bahwa saya secara pribadi kena imbas slow down ekonomi atau bahasa keren nya market contraction. Kayak orang hamil aja, berkontraksi. Ya, itu realita dalam berbisnis, realita dalam kehidupan. Ini masuki masa panca roba, atau blizzard. Ada topan badai.
Jika anda punya karakter “sensing” dimana anda dominan dalam sensory, data, factual, suka keteraturan, rapih, anda beruntung di masa seperti sekarang ini. Karena orang seperti anda itu kuat nabung, tidak gedebak gedebuk kerjanya, terarah terpola.
Orang seperti anda pasti memiliki asset atau solvabilitas yang kuat terhadap resesi. Dimasa turbulence orang-orang sensing atau saya lebih menyebutnya orang bumi. Adalah yang paling tahan terhadap goncangan. Mereka stabil. Gaya hidup hariannya emang irit. Sehingga di masa keuangan tipis mereka biasa saja. Bahkan saat berkelimpahan, mereka ngak focus di life style, gadget mereka 3 tahun itu-itu aja. Kuat invest kuat nabung.
Dari 4 karakter manusia utama, 25% adalah orang sensing. Anda beruntung dimasa seperti ini karena anda yang paling tidak merasakan.
Namun kalau anda orang “thinking”, lawannya sensing. Inilah yang paling berdampak. Selain fakta fisiknya mereka berkekurangan. Tepatnya karena gaya hidup manusia thingking mementingkan “pendapat orang lain”. Mereka bisa berfikir apa isi otak orang lain walaupun 50% dugaan mereka itu salah namun tetap jadi pegangan cara pandang hidup mereka. Apa kata orang itu penting. Gadget bisa 6 bulan sekali up date, ke salon, spa, penampilan harus prima, busana harus “macth” dan paling tabu “salah costume”
Dimasa krisis ekonomi, manusia thinking paling terpukul. Lihatlah di sosmed. Yang paling trengginas berkomentar adalah kelompok thinking ini. Mereka otaknya aktif bekerja menganalisa, berfikir apa solusinya. Orang thinking ini “mover” penggerak pasar, penggerak dunia. Setidaknya dari sisi ideology. Baik ideology ekonomi, ideology politik, dan lain sebagainya.
Nanti kita bicara sisi lain nya. Sebaiknya kita kembali ke bidang yang umum yang di rasakan semua orang, ke awal tulisan. Ekonomi slow down.
Dalam dunia bernegara, ada hal yang harus di perhatikan dari sisi pertahanan dan ketahanan. Bukan hanya pertahanan ketahanan militer, namun ketahanan energy, ketahanan pangan, ketahan ekonomi harus menjadi perhatian kita semua.
Ketahanan militer kita punya alat Negara untuk itu. Namun untuk ketahan pangan, ekonomi, energy dan lain sebagainya, permesta di lakukan, atau pertahan rakyat semesta di laksanakan. Yaitu rakyat dan pemerintah bersama yang menjalankan. Bukan hanya pemerintah saja, atau swasta saja. Semua lini.
Ekonomi manufaktur di Indonesia 70% lebih bahan bakunya masih import. Dan tansaksi eksport import indoensia 95% menggunakan currency dollar sebagai “anchor” nya.
Padahal anda membeli dari India anda tidak pakai rupee, padahal anda mengimpoir dari rusia anda tidak pakai rubel. And apakai dollar. Padahal si Indoa maunya rupee, padahal si rusia maunya rubel. Tidak ada “rugi biaya pertukaran valas”. Tapi bvanking di Indonesia tidak punya direct correspondence terhadap direct currency tersebut.
Nah, ini salah siapa? Banker? Atau birokrat departemen keuangan?
Kembali ke fakta lapangan. Benar 70% manufaktur adalah import tapi berapakah yang import dari amerika? Ternyata hanya 9% saja.lalu sisanya ternyata dari jepang, china, korea, india, Singapore dan lain sebagainya.
Mengapa kita ngak pakai remimbi ke china? Tidak pakai yen ke jepang? Sebaliknya eksport kita kalau semuanya pakai dollar, maka peredaran dollar kita berlebihan dan secara teori pasar permintaan sedikit dan suplay banyak harga pasti turun.
Sekarang dollar di buat “scarcity” langka. Siapa yang buat langka? Ketidak tahuan pemerintah? Atau kebodohan pengusaha? Atau kemalasan perbankan?
Bosan juga saya berbahasa santun dalam menulis, sesekali menggunakan fakta yang menohok.
Bagi saya, kali ini adalah ketiganya. Jika dirubah seperti seharusnya atau menggunakan currency Negara asal, maka selesai masalah lemahnya rupiah.
Tapi, tulisan ini bisa membuat Negara pencetak mata uang dolar berang. Mata uangnya mendadak ngak dipakai dunia. Dan inilah yang disebut sebagai currency war, perang mata uang yuang sesungguhnya. Mau membuat ekonomi amerika berdasar pada transaksi asli negaranya, jangan pakai dollar di luar amerika. Gubrak mereka. Setidaknya menjadi sama dengan Negara lainnya.
Tepos pantat amerika. Gerah mereka. Sekarang military dan currency mereka kuasai. Dulu mereka menguasai ekonomi dunia. Di perang dunia kedua dimana mereka “sengaja” masuk terakhir agar Negara industi lain terlibat perang lebih awal dan hancur. Amerika menjadi 2 hal setelah perang. Berkuasa secara ekonomi, dan politik dunia. New world order istilah mereka.
Apa yang mereka kuasai? Military armada polisi dunia, currency dan ekonomi.
Namun, sekarang ekonomi mereka tidak kuasai lagi, mereka sudah menjadi” pasar “yang di serbu jepang, china, mexico. Korea. Jadi amerika saat ini tinggal 2 hal yang dipegang, military dan currency. Lalu, apa yang kita nesti lakukan agar dengan satu dayung dua tiga pulau terlewati ? jadi ada baiknya semua Negara melakukan transaksi sesuai currency Negara asal. Siapkah pak Jokowi dan teman-teman Negara tetangga lainnya bermain? Silahkan bermain yang cantik pak Presiden, tapi kali ini jangan sendirian ya, bareng-bareng, sama “bolo” kita yang lain. # may peace be upon us