Rabu, 28 Oktober 2015

Kemampuan seseorang entrepreneur me-manage atau mengelola adalah mutlak



Kemampuan seseorang entrepreneur me-manage atau mengelola adalah mutlak, ini adalah langkah kedua setelah mereka BERANI untuk memulai usaha. Secara praktek kemampuan manajerial lebih mudah diajarkan, sudah banyak teori tentang management atau manajerial bahkan sekolahnya memakan waktu 8 semester. Padahal menurut pengalaman saya itu semua bisa dipelajari sambil berusaha atau praktek langsung di lapangan.

Secara singkat manajemen adalah mengerjakan atau menyelesaikan masalah dengan orang lain atau melalui orang lain. Kalau kita mengerjakan atau menyelesaikan masalah sendiri, artinya itu sudah melanggar arti kemenejeran. Selesaikan melalui orang lain.

Kemampuan meng-handle orang adalah kemampuan seorang manajer handal. Banyak usaha perorangan tidak bisa berkembang dengan baik karena kemampuan manajerial yang lemah.

Saya jadi teringat kira-kira sebulan lalu saya kedatangan sahabat lama ke rumah saya.karena usianya lebih muda, dia selalu menyebut saya dengan mas diawal nama saya. dia seorang pengusaha warung tegal. Dari ngobrol ngalor ngidul akirnya kami berdiskusi tentang kasus manajerial yang sedang dihadapinya. Dia heran mengapa sudah ber bisnis selama 5 tahun tapi hanya bisa punya 1 tempat saja. Sementara saudaranya mampu mengembangkan warung makanan warteg menjadi 5. Padahal dia memulai bisnisnya bersamaan dan dengan modal yang sama pula.

Kemudiaan saya bertanya, “siapa yang bantu kamu di toko bro?”

“Yang mengerjakan pencatatan, belanja, memberi harga dan lain sebagainya”. “Saya sendiri mas, anak dan istri Cuma jaga warung, mereka tidak bisa belanja, apa lagi buat pencatatan pembukuan”, Jawabnya.

“Kalau saudara mu apakah sama, kerja sendiri? “ tanya saya lagi.

“Oh tidak, dia enak, istrinya aktif membantu, anak-anaknya rajin membantu, baik belanja, mencatat, mengelola anak buah lainnya,” jawabnya ringkas.

“Apakah di awalnya (saudaranya tersebut) mereka sudah pintar?” saya bertanya.

“Tidak, sama seperti istri saya, tidak bisa apa-apa,” jawabnya lagi.

“Kenapa sekarang istri saudara mu bisa, tetapi istri kamu sendiri tidak bisa, “saya kembali bertanya.

“Mungkin karena saya tidak pernah memberinya kesempatan dan memberi pelajaran ya, mas?” Dia balik bertanya. “Sedangkan saudara saya …Iya,ya, dia rajin dan sabar mengajari istri dan anaknya sehingga pandai seperti sekarang dia menggumam mantuk-mantuk sendiri kepalanya dan saya yakin dia menemukan sendiri jawaban atas pertanyaannya.

Tak lama dia pulang..pikiran saya melamun mengenang sahabat saya dan mitra saya yang sudah berpulang kerahmatullah 2 tahun yang lalu. Kami membangun usaha bubur ayam sukabumi sejak tahun 2002.

Bubur Ayam Ceker Sukabumi
Suatu hari di tahun 2002 mas sugeng dengan santun bercerita tentang sebuah impiannya. Bahwa ia ingin berdagang bubur ayam menggunakan halaman depan rumah saya di bilangan jatiwaringin.

Mas sugeng berpendapat setelah melakukan survey pasar bahwa orang Jakarta itu kalau berangkat pagi banyak yang belum sarapan, sehingga akan banyak yang membeli bubur dan dibungkus untuk dibawa ke kantor untuk sarapan mereka. Kemudian malam hari mereka jarang yang mau makan berat untuk menjaga kesehatan badan atau supaya tidak gemuk, agaknya orang Jakarta memahami arti kesehatan lebih baik daripada daerah lain, begitu kesimpulan mas sugeng.

Lalu di daerah sekitar rumah saya tersebut tidak ada kompetitor penjual bubur ayam demikian info survey versi mas sugeng.

Saya terdiam cukup lama. Mas sugeng adalah sahabat saya yang luar biasa. Dia seorang perantauan dari kampungnya di bumi ayu tegal. Lama menjadi pembantu warung seafood di muara karang. Lalu ditengah-tengah kesibukannya dia memaksimumkan waktunya dengan membangun bisnis jaringan CNI. Melihat kegigihannya saya akhir memperkerjakan dia di perusahaan saya. kebetulan posisi yang di butuhkan adalah divisi EDP Elektronik Data prosesing. Yang hebatnya, dalam waktu singkat dia bisa menguasai bidang tersebut padahal hanya ber pendidikan SMA. Kemauannya belajar luar biasa.

Lalu dia mengerjakan kerjaan lainnya misalnya electrical dan lain-lain yang dia pelajari otodidak dari lihat orang dan bertanya sana-sini. Kemudian di tahun 2002 tersebut saya harus menutup usaha saya tersebut karena mengalami kerugian bisnis yang tidak sedikit. Dia pun harus saya PHK. Saya tidak kuat membiayai gajihnya. Dengan berat hati saya putuskan hubungan kerja tersebut.

Hal ini berat sekali saya rasakan karena dia harus menanggung ekonomi beban keluarga. Tanpa pekerjaan tetap maka sulit sekali survive di Jakarta tentunya. Hingga akhirnya diskusi di atas terjadi. Dia menawari bisnis bubur ayam.

Mas sugeng berkata, mas… bubur ayamnya harus unik sehingga saya sudah menemukan resep mantap yaitu bubur ayam ceker. Ada ceker yang nuikmat seperti ceker dimsum yang mas wowiek suka. Pikiran saya langsung melayang ke ceker dimsum lada hitam kesukaan saya tersebut. dan hal ini rupanya membuat saya mengangguk setuju dengan proposal sederhana berbisnis bubur ayam.

Bagi saya data tersebut sudah cukup yang penting berani mengerjakan bukan berani berteori. Berapa modal? Saya bertanya pada mas sugeng

Kira-kira 10 juta mas? Dijawab mas sugeng dengan melampirkan data tulisan tangan dan gambar tangan gerobak bubur ciptaanya.

Tanpa pikir panjang lagi waktu itu. Ok, deal saya jabat tangannya. Saya invest sampai balik modal. Begitu balik modal, mas sugeng 80 saya 20. Saya sdh tak ada resiko lagi dan asset gerobak tetap milik saya. bagaimana?

Dia menggangguk dan langsung bekerja cepat. Cukup waktu 2 minggu saja bubur Ayam ceker Sukabumi tersebut sudah mangkal berjualan di depan rumah saya menggunakan garasi rumah untuk tempat makan para pelanggan, dalam 1 bulan berjalan saya melihat semua prediksi mendekati kenyataan. Memang masih kecil volume transaksinya di pagi hari dimana porsi yang dimasak dan terjual sebanyak 15 mangkok. Dan malam hari jualan dari jam 6-10 malam, rata-rata 30 mangkok. Satu hari 40 mangkok jika dikali 4.000 rupiah maka penjualannya sebesar 160,000 rupiah. Menurut saya sangat lumayan waktu itu.

3 bulan berlalu, saya bertanya pada mas sugeng yang setiap hari berdagang bubur, “cape mas?”

“Iya juga sih, pagi masak 3 jam sebelum jualan, sore masak 3 jam sebelum jualan, ditambah kerjaan rutin belanja-belanja bahan baku dagangan!” katanya sambil mengekspresikan gerakan orang yg letih bekerja.

“Kenapa gak cari asisten?” saya bertanya lagi. “Kemana Mas nyari orang yang bisa dipercaya jaman begini, belum lagi kemampuan mereka bisa lama tuh memdidiknya”, katanya menjelaskan.

Adikmu? Si naldi dll?

Mas sugeng terdiam lama. Ok mas, kayaknya bisa. Dia kerja di factory outlet. Harusnya mau membantu saya. dan kalau dia saya yakin bisa menduplikasi semua kerjaan..

Bulan berikutnya, si naldi adiknya mas sugeng bergabung. Selain membantu urusan rutin masak dan berjualan ternyata naldi memiliki kelebihan. Keramahannya luar biasa. Semua orang disapa. Dengan bandana di kepala, dengan gaya anak vespa yang kental. Suasana baru di bubur ayam ceker terasa beda.

Seorang pelanggan biasa disapa naldi dengan ceria..ibu, pasti minta extra ceker lagi ya..dan pasti es teh manisnya dua!!

Pelanggan lain, halo bapak…dibungkus buat istri tercinta berapa hari ini?

Komentar-komentar ceria, akrab inilah menjadi pendokrak sales sangat signifikan. Faktanya invetasi yang saya letakan memang kembali. Lalu dalam 2 tahun kemudian sudah 4 cabang berdiri itupun dengan jalan tidak mulus awalnyadala m mebuka cabang namun dia berhasi lewati. Saya acungi jempol kepada mas sugeng dalam urusan manajemen ini.

Dan biasa, setiap tahun sehabis lebaran saya dan organisasi saya selalu ada acara family gathering. 2 bus bahkan lebih bersama seluruh manajeman serta keluarga ber tamasya. Di tahun 2010 kami semua menikmati perjalanan ke pemandian air panas sari ater subang. Tentunya mas sugeng berserta istri dan anak2nya ikut.

Dan ternyata itu merupakan kebersamaan kami terakhir karena tak lama setelahnya beliau berpulang kerahmatullah. Kami cukup terkejut namun semua kehendak Ilahi. Sekarang usahanya dilanjutkan istrinya, mbak Omi.

Tulisan ini hanya sebagai bentuk kangen saya pada sahabat saya yang luar biasa. Kepada seseorang yang mengajari saya banyak hal. Dimana setiap bulan saya selalu berdiskusi bisnis kepadanya hingga akhir hayatnya, sehingga saya mengerti sekali bisnis kelas kaki lima karena belajar langsung dari pakarnya. Dari bawah dia membangun dan bertahan dengan berbagai macam persoalan. Selamat jalan saudaraku sugeng riyadi # may peace be upon us