Bicara dengan pakar adalah cara memperluas wawasan. Dan hal ini sering
saya lakukan. Termasuk ketika saya sedang berfikir untuk masuk dalam
bisnis apartemen di kawasan tangerang. Pakar itu sendiri punya banyak
varian nya juga ternyata. Karena sejak 3 bulan ini kalau saya
hitung-hitung saya berdiskusi dengan lebih dari 10 orang yang masuk
kategori pakar. Mulai dari professional pelaku bisnis property
yang memang spesialis hi rise – bangunan tinggi. Beliau pernah meminpin
di karawaci, dan 5 tahun ini di daerah kemang. Juga 2 lembaga penjualan
property yang cukup di hormati, beberapa sahabat pakar ekonomi dari
universitas kenamaan di bilangan Jakarta selatan yang banyak
menceritakan ekonomi makro, juga berdiskusi dengan salah satu owner raja
property yang memiliki 20 hotel, condotel dan apartemen hingga para
banker professional lembaga keuangan mitra pembiayaan.
Menurut
mereka semua ternyata seragam, seperti koor jawabnya. ekonomi Indonesia
lesu pada semester pertama tahun 2015 ini. Fakta lapangan penjualan
dibanding tahun lalu turun 35%. Banyak apartemen tidak laku pembeli
menahan minat beli.
Apa pertanyaan yang saya lontarkan kepada mereka semua? Hampir sama? Yaitu begini,
1. Ajari saya mengerti dunia property saat ini tentang apartemen? Baik secara teknis, juga secara ekonomi mikro makro
2. Mengapa ukuran unitnya 25-32 M2 yang paling banyak tersedia ? Apakah ini permintaan pasar atau ini keputusan pengembang?
3. Mengapa harus bangun tinggi-tinggi gedungnya?
4. mengapa apartemen dibangun harus membangun juga pusat perbelanjaan? Sehingga investasinya jadi besar
Kemudian, yang kalau saya sarikan jawaban mereka juga sama seperti
sudah menjadi platform berfikir nasional. Apartemen menarget kelas atas
karena gengsi. Pembeli Indonesia terdorong karena gengsi jauh lebih kuat
diatas kebutuhan akan kepemilikan hunian. Karena itu jika mereka
menahan membeli penjualan langsung turun atau berhenti. Atau dalam
bahasa lain, mereka hanya berinvestasi bukan menghuni atau akan tinggal.
Ukuran kecil studio atau 1 bed room karena menarget keluarga muda.
Dengan harga per-unit di kisaran angka 500 jutaan itulah harga yang
dianggap mampu bagi pembeli saat ini.
Membangun tinggi karena
biaya konstruksi jadi efisien di banding dengan harga tanah yang sudah
mahal. Lalu memiliki mall atau pusat pembelanjaan adalah strategi
efektif membangun tempat parkiran. Dimana siang dipakai pengunjung
pembelanjaan, malam di pakai penghuni apartemen.
Semester pertama tahun 2015 ini semua pasar property lesu.
Ada 9 property yang rencana nya di bangun di daerah Tangerang ternyata
hanya 1 yang jalan di bangun itupun karena sudah tanggung, sudah 30%
jalan. Jadi diteruskan dengan kecepatan lambat. Pasar tidak menyerap.
Atau dianggap/ di asumsikan tidak akan menyerap
Tapi, entah
mengapa saya bandel.walau dikatakan lesu, Isi kepala saya bawaannya
pengen membangun dan jualan. Ngak tau mengapa. Sekrang lagi. Bukan besok
atau tahun depan. Saya pengen membangun apartemen dan jualan sekarang.
Itu aja yang ada di kepala saya. saya seperti ngak setuju dengan
pendapat sahabat saya para pakar , akdemisi dan praktisi property
tersebut. Benar, otak saya bandelk banget. Sudah di katakan jaman susah,
ngak ada peminat, lokasi tidak terlalu prime tanah saya. tetap mau
masuk.
Akhirnya saya putuskan, saya focus kepala yang jualan atau
tenaga pemasaran. Dan para pakar ini tentunya sangat professional
menyarankan saya masuk di 2017. Ada 2 lembaga terhormat membuat surat
resmi kesaya. Mereka tidak berani mempertaruhkan nama besar mereka
dengan mengatakan sekrang masa yang tepat berinvestasi. Dan bagi saya
mereka benar. Mereka profesional, mereka ingin saya aman dan mereka
aman, mudah dan gampang.
Sesungguhnya mengapa saya ingin masuk
sekarang ? ada beberapa alas an, yang utama saya yakin ada pasarnya dan
memberikan manfaat atau return, atau profit lebih besar.” The higher
risk you take the more money you get” akan berlaku. Tentunya dengan”
calculated risk”, sementara saya intuitif sekali, tanpa data, tanpa
rekomendasi. Jadi itung-itungan saya pakai intuisi bukan angka data
lapangan.
Jadi karena tetap saya ingin masuk, saya harus
mengurangi resiko. Karena bisnis adalah “risk game”. Bisnis adalah
bermain resiko9. Mengecilkan resiko adalah strategi utama. Maka
pertama-tama yang saya panggil adalah mitra bisnis legal saya, pak
Nyoman Kamajaya.
Dan ketika dia menghadap, saya terlebih dahulu bertanya dan bercerita :
Begini pak, tolong siapkan dukungan legal dokumen yang mendukung
rencana saya. saya ingin konfirmasi sekali lagi, benarkan orang asing
tidak boleh membeli property?
Dia mengangguk..bener mas.
Benarkah orang asing bisa membeli atau memiliki perusahaan di Indonesia?
Bener mas, di jawab dengan gaya sopan yang menjadi citra nya selama ini, sangat santun dan tegas.
Ok, buatkan saya perusahaan, dengan kepemilikan nantinya adalah, 90% akan di pecah menjadi 300 pemilik. 10% nama saya.
Isi perusahaan tersebut adalah asset berupa tanah dan bangunan gedung
yang akan di bangun, 300 unit apartement tipe besar antara 88M2- 136M2
low rise condominium 9 lantai 4 tower. Pecah sertifikat strata titlenya
atas nama perusahaan. Alias ada 300 sertifkat.
Saya akan jual 300
unit “saham perusahaan” senilai 0,3% an. Yang mereka bukan saja
memegang hak atau share ownership namun juga memegang sertifikat stratat
title nya juga atas unit yang mereka miliki dan tinggali.
Saya
rencananya akan menjual kepada orang asing sebagian besar bukan
propertynya, tetapi sahammnya. Saya sering mendapati sahabat saya orang
asing yang akan tinggal di Indonesia karena tidak bisa membeli rumah
atau property mereka harus sewa. Dan harga sewa mereka bisa USD
2000-3000 bahkan lebih sehingga mereka merasa “dirampok” karena dalam 5
tahun seharusnya bisa membeli rumah mewah yang bisa mereka jual bisa
menghasilkan profit.
Namun kebijakan pemerintah harus di turuti.
Makanya saya mau buat terobosan. Kalau pasar local lesu, saya jual
kepasar asing dengan kepemilikan saham. Saya menjual saham, sekali lagi
saya fokuskan, saya menjual saham perusahaan property yang memiliki
asset berupa tanah dan 4 gedung yang akan di bangun 300 unit low rise
condominium.
Kalimat saya yang cepat dan bersemangat tersebut
memberinya satu pernyataan, mas..kamu masih gila juga ya. 12 tahun saya
kerja sama mas, ya kayak begini ini, selalu membuat deg-degan, selalu
membuat saya harus berfikr keras, harus nanya ke senior-senior sana sini
untuk kejelasan dan dukungan sisi legal yang selalu baru saya kerjakan.
Jujur, ini workable, bisa di kerjakan, namun karena belum ada
yurisprudensi-nya belum ada contohnya ini bisa jadi pioneer. Awalun,
kasus awal yang mas akan di hujat, dimaki, di kritik. Sudah siapkan?
Tanya nya dengan nada datar. Yang saya juga langsung jawab, apa yang
baru pak, bukannya selama ini saya begitu, geblek ngak tau malu ..# may
peace be upon us