Rabu, 28 Oktober 2015
“ Jangan pernah membenci sesuatu yang kamu tidak mengerti”
Dalam sesi singkat saya di berikan waktu untuk berbagi, ada pertanyaan dari peserta, apakah indonesia dalam keadaan krisis?
Pertanyaan ini membuat saya bertanya kembali, siapa yang menganggap inonesia dalam keadaan krisis angkat tangan? Yang ternyata separuh kelas mengangkatnya. Lalu pertanyaan selanjutnya siapa yang karena indoensia krisis, maka anda dalam keadaan krisis?
Ternyata yang mengangkat tangannya hanya 5 orang. Secara presntasi atau yang mengakui setidaknya menjadi tidak lebih 5%, atau angap yang pasif, yang silent ( seperti kebanyakan orang Indonesia) angka tersebut di kalikan 3. Jadi 15 orang. Atau 15% dari yang hadir. Ternyata, ngak besar juga sehingga hal inimenjawab pertanyaan peserta tadi.
Yang jawabnnya, ya, kita krisis, disebagian sector disebagian populasi.
Lalu apa yang sedang terjadi?
Maka saya menjawab : kita tidak dalam krisis ekonomi, kita tidak ada masalah ekonomi. Kita ada dalam masalah perpolotikan luar negeri. Dimana semua bangsa sedang melakukan maneuver-manuver untuk kepentingan masing-masing. Dan kita lupa akan interdependency antar Negara tersebut.
Fakta sejarah 30 tahun terakhir 70% perang ada di negara penghasil fossil oil. Apakah ini ketidak sengajaan? Sebuah fakta lain adalah jumlah manusia di bumi kita mencapai angka 7 milyar. Species manusia ini dalam hitungan 100 tahun kedepan akan menggandakan jumlahnya.
Saat ini saja dengan angka 7 milyar manusia, alam baru menghasilkan bahan untuk hidup layak bagi 4 milyar manusia. Manusia baru bisa menyulai sepruh kelayakan hidup manusia dalam kelolaan alam nya. Maka banyak negara yang berfikir bahwa 100 tahun kedepan bagi mereka penting untuk menguasai bahan untuk hidup atau ketahanan untuk survive negaranya.
Survival insting mereka mengetahui bahwa mereka harus “mengendalikan” apa yang menjadi bahan dasar utama. Yaitu minyak bumi. Sebelum energy terbarukan bisa memproduksi dengan murah maka “fossil oil” masih menjadi tumpuan utama. Itulah dasar data kaum akademisi menganalisa 30 tahun terakhir pergolakan peperangan di negara penghasil fossil oil. Dan ini adalah “man made disaster”. Bencana ciptaan manusia. Dengan sengaja di ciptakan ketidak nyamanan, ketakutan sehingga daerah tersebut bisa “ditaklukan” di eksploitasi.
Ada “economic contrador” pejuang ekonomi dengan menggunakan cara militer di belakangnya. Manusianya tidak banyak tapi mereka pengambil keputusan. Sangat pintar dan powerful. Cara berfikir dan bertindaknya mereka menggunakan konflik, devide et impera terbukti efektif. Taktik perang kuno yang telah di terapkan sejak jaman Macedonia, romawi sebelum ke kaisaran, dan Viking sudah menggunakannya dalam penaklukan sebuah wilayah.
Data statistik perminyakan dunia menyatakan bahwa dalam 30 tahun kedepan cadangan minyak bumi akan berkurang dan tidak layak tambang lagi atau habis. Sehingga survival insting yang mereka sedang pasang sekarang adalah melirik negara penghasil sumber daya alam terbarukan ini.
Negera subur tropikal katulistiwa menjadi sasaran utama lirikan “corner of their eyes” mereka.
Akankah mereka mengacaukan negara subur ber pecah menjadi kecil-kecil? Seperti balkan menjadi lebih 10 negara ex soviet? Atau kita tahu bangsa arab, di jazirah arabia, memiliki bahasa sama, agama sama, etnic sama namun terbelah 18 negara. Apakah Indoensia di target? Mengapa tidak?
Indonesia dengan lebih 500 suku,dan lebih 500 bahasa, semangat prularism nya kuat karena di tahun 45 perjuangan kita berbasiss “common sorrow” atau penderitaan bersama , kita bersatu. Dan sekarang gejala dis-integrasi mulai terasa dengan lemahnya ideologi Pancasila dan menjamur masuk ideologi timur tengah, ideologi sosialis liberal, dan banyak lagi yang secara tidak kita sadari telah menjadi bahaya laten baru.
Terbukanya media terlalu liberal tanpa kendali pusat dan pemerintah tidak punya divisi propaganda balik, counter information. Kalaupun ada sporadis, tidak terprogram.
Disisi lalin, di Indonesia sekarang ini sorrow itu ada, ada penderitaan namun tidak seragam tidak “common”. Tidak barengan, tidak di rasakan semua. Karena itu “kebersatuannya” kurang.
Ada teori bagus yang di sarankan oleh futurolog Prof. John Naissbitt yang sebaiknya di pegang oleh pemerintahan sekarang yang namanya secepatnya menciptakan “common happiness” bahagia seneng bersama. Ini akan membuat bangsa bersatu. Memiliki “mimpi sama”
Menciptakan “senang bersama atau mimpi sama” atau satu rasa adalah hal yang sudah teruji oleh sejarah. Seperti tahun 60an di mana masyarakat menuntut lapar maka 2 kali presiden kita melakukan “decoy” pengalihan issue.
Pertama rebut Irian barat. Kedua “ganyang malaysia”. di saat fokus masyarakat berpindah ke “perang” tersebut. Maka beras dari thailand dan vietnam masuk dan ketika masyrakat mereda fokusnya kembali kemakanan. Beras tersedia.
Peristiwa Malari, mala petaka 15 januari 1974 di alihkan dengan cantik oleh presiden suharto ke masalah integrasi timor timur. Setelah beliau membangun milisi dan koalisi dengan amerika. Amerika mendukung. Ketika itu bersamaan dengan hal itu masyarakat di supply makanan, dan lapangan kerja. Tahun 1975 Indonesia masuk Timor Timur. Strategi jitu pak Karno dan pak Harto menangani krisis di puji dunia dan selalu menjadi acuan pelajaran politik di banyak kampus di negara barat. (saya pun belajarnya di sana dari mereka , baru ngeh nya di negeri orang betapa pemimpin kita dulu orang-orang terbaik dalam strategi)
Masalah decoy “pengalihan isu” harus dilakukan pemerintah Indonesia segera sekarang. Misalnya kita membuat Team bola sepak “at any cost” harus masuk ke World Cup Piala Dunia 2018. Di bangun dalam 3 tahun , dan selama prosesnya, satu bangsa bisa bersatu karena terus menerus di beritakan, di jadikan bahan propaganda bersama.
Seperti membangun “i wanna be like mike” di Amerika di pertengahan tahun 90an. Ini sangat “typical american propaganda” sekali dengan efeknya luar biasa. Angka narkoba turun jauh, angka kriminal turun, tingkat penjualan makanan/minuman dan sport aparel naik tajam double digit selama 5 tahun berturut-turut, karena semua orang ingin menjadi seperti Michael Jordan.
Atau Pemerintah membuat propaganda baru yaitu , menjadi Tuan Rumah “Olimpiade musim panas” ke Indonesia atau ASEAN di tahun 2032!!! Atau menjadi tuan rumah “world cup soccer” ke Indonesia 2030. Ini bisa membuat Indonesia bersatu dengan common happiness. Cara ini di pakai China di canangkan di tahun 2000 dengan kampanye Olimpiade Beijing 2008.
Ciptakan banyak turnamen dengan hadiah gila-gilaan. Hidupkan kejuaraan tarkam, liput media nasional, swasta diberikan kemudahan fasilitas jika membantu tournament olah raga. Gunakan turnamen itu sebagai sarana reklame iklan mereka. Biarkan saja.
Pindahkan fokus masyarakat kearah olah raga prestasi dan materi, kearah fisikal aktifitas. Jangankan juara 1, juara harapan saja hadiahnya besar. Buat masyarakat mudah mencapainya di lingkungan mereka tinggal. Lalu naik ke tingkat atas dan selanjutnya. Hadiahnya dari pusat . Dana 10-20 trilun buat 1 tahun adalah hal kecil buat anggaran APBN namun besar buat masyarakat prestasi.
Setiap sabtu minggu ada turnamen. Apa saja, dimana saja. Buat liga , jangan satu dua kali pertandingan. Beri subsidi setiap klub, dan hadiahnya besar di setiap liga. Permudah syarat membuat klub olah raga.
Dari pada dana bantuan sosial, pemberian prestasi membuat lebih seru dan dinamis bangsa ini.
Intinya alihkan perhatian masyarakat dengan sebuah kesenangan. Tapi di saat mereka happy dan lupa sebentar tersebut, pemerintah harus menyalib di tikungan dengan cepat di setiap bidang penting dan strategis. Kumpulan seluruh BUMN, pengusaha besar swasta, pemred media mainstream seperti apa yang pak Harto lakukan mengundang ke Tapos. Berikan direction, saat ini menteri-menteri memerlukan “directed leader dengan seragam informasi”.
Lalu selagi fokus masyarakat berubah (sementara), benahi hubungan internasional terutama poros Jakarta-Washington, Jakarta–Canberra dll, Benahi ketahanan pangan. Ciptakan lapangan kerja massal. Bangun infrastruktur.
Modal asing masuk dan minta tahan di Indonesia minimum selama 5 tahun dengan bebas pajak. Ini akan membuat mereka tidak tek-tok bolak balik beli jual rupiah, namun satu arah masuk ke Indonesia. Ini akan membawa ke level 12.000-12.500 dalam waktu 1 tahun.
Usahakan manufaktur dan industri yang masuk ketika produksi adalah menggenjot eksport. Bukan memakan pasar lokal tetapi menggantikan fungsi import dan menambah eksport. Dan fokus itu di industri mineral bahan baku menjadi setengah jadi atau bahan jadi.
Ini sekilas saran tetang stategi pengalihan issue, dimana sebelum propaganda di jalankan. Masterplan ekonominya harus fix terlebih dahulu # Peace be upon us.