Ping…Ping…Ping!!!,
blackberry message saya
mencatat tiga
kali tulisan “Ping” berwarna merah sewaktu saya buka
jam sepuluh
malam,
Jumat
pekan
kemarin. Sebuah pesan yang saya terima sejak jam sembilan-an malam tersebut,
hampir satu
jam belum terbaca. Maklum setelah kerja seharian, jam sepuluh malam saya sudah di
atas tempat tidur biasanya. Walaupun belum tidur namun sudah di kamar membaca seperti kebiasaan
saya selama ini.
Pesan
tersebut dari Mas
Lukman sahabat saya, dia adalah pebisnis batubara dan produser film. Ada tujuh film nasional yang telah dia
hasilkan dan sangat berminat untuk terus meningkatkan produksi filmnya. Namun pesan dari Lukman kepada saya
bukan untuk membicarakan film atau bisnis batubara namun menanyakan kesediaan
saya bergabung di Hotel Fourseason.
Dia
sangat mengetahui kebiasaan saya di
mana
ada rule peraturan tidak
tertulis yang hampir
semua sahabat saya tahu, saya bukan orang malam. Kalau mengundang pertemuan,
meeting, apapun selalu pagi atau siang. Mengajak saya meeting jam tujuh pagi jauh lebih mudah daripada
mengajak saya meeting jam tujuh
malam. Saya orang pagi. Di atas
jam tujuh
malam endurance stamina sudah
turun karena dari jam enam
pagi
sudah on menyala engine badan saya.
Jadi
Mas
Lukman tentunya mengawali dengan pesan singkat, “Bisa gabung sekarang di Fourseason Kuningan?” Adalah bentuk perhatian
beliau kepada saya yang saya sangat hargai. Dan perilaku mengerti orang lain
ini adalah kekuatan personalityMas Lukman. Pesan singkat saya
balas, “Malam
amat… emang sampai jam berapa teman-teman ngumpul rencananya malam ini?”
“Jam
dua belas-an
lah... bisa gabung?” dijawab cepat oleh BBM Mas Lukman. Saya berfikir lama. Gabung nggak ya? Itu kalimat berulang di kepala. Seperti biasa, sahabat lama
ini kalau ngumpul lengkap jarang banget. Muki Hamami-Trakindo, kakak beradik
Tohir Adaro, Rosan Roslani-Berau, Rizal Delma, Bob Kamandanu Presiden Asosiasi
Pengusaha Batubara, Ketut Masagung-Wisma Nusantra dan Pulman Hotel (dulu Nikko)
dan banyak rekan pengusaha pada ngumpul Kamis-an. Secara kekerabatan rata-rata
kami sudah mengenal satu sama lain lebih dari dua puluh tahun. Bahkan bisa
disamaratakan kami mengenal masing-masing bahkan dari bujangan. Jadi begitu
menikah pasangan hidupnya pun kami masing-masing mengenal dengan baik.
Istri
saya mengetahui kebimbangan di dalam ekspresi raut muka saya. “BBM dari siapa emangnya?”
Saya
jawab,“Lukman,
biasa nanya bisa gabung apa nggak malam ini.”
“Rasanya
ayah sudah dua
bulan lebih ya nggak ke sana.
Gabung aja lagi, ini khan mau akhir tahun biasanya khan mereka sudah skedul liburan keluarga dan biasanya
pertengahan Januari baru pada ketemuan lagi khan? Ntar
kecarian lagi karena banyak informasi nggak ke-up date…” istri saya membuat saya ngeh tentang waktu dan kebiasaan
mereka tersebut.
Langsung
saya ganti baju dan kurang dari lima
menit sudah duduk di belakang
setir sambil sebelah tangan memencet huruf di handphone mengabari ke Mas
Lukman, “Jam
sebelas
saya merapat ke 4S, OTW”.
Yang dijawab cepat dengan gambar jempol di layar monitor.
Masuk
di halaman hotel di ujung Kuningan
saya memilih valet parking agar
cepat tiba di sudut kanan dari lobby tempat kami biasa berkumpul. Begitu nongol
wajah saya di the cellar semua
mata dan komentar bermunculan. Namun satu hal yang menjadi ciri sabahat yang
berkumpul di sini adalah selalu menanyakan kabar keluarga terlebih dahulu.
“Hai,Wiek, lama nih nggak nongol… anak istri keluarga bagaimana
kabarnya?”
“Baik-baik,
alhmadulillah. Bagaimana kabar semua, keluarga?” saya balik bertanya.
Yang
dijawab beragam, “Fine… baik, alhamdulillah, semakin gede
anak-anak.”
Dulu
kira-kira di awal-awal mereka berkumpul di
tahun
2009-an
saya mempertanyakan hal ini kepada mereka, kenapa nanya keluarga sih,
kenapa nggak nanya
kabar bisnis? Lalu dijawab oleh mereka, “Brader Wowiek, bisnis itu gampang,
famili yang lebih penting ya nggak…”
pernyataan yang diangguk oleh semua yanghadir saat itu.
Bagi
saya ini adalah sebuah jawaban yang sangat luar biasa. Di mindset bawah sadar
mereka ada sebuah platform
pondasi “ bisnis itu gampang”. Dan terbukti dilihat dari besaran pajak yang
mereka bayarkan ke negara
membuktikan kebenaran pikiran bisnis gampang tersebut. Juga keharmonisan mereka sebagai
suami, atau kepala keluarga patut saya ambil contoh bahkan saya belajar menjadi
suami atau ayah yang baik ya dari mereka ini. Misalnya Mas Ery sang lawyer yang telah sembilan belas tahun menikah namun
tetap romantis
dengan sang istri. Setidaknya seminggu tiga kali mereka makan siang bersama di
tengah-tengah kesibukan mereka. Atau
Mas
Rizal yang masih memuji istrinya malam itu sebagai the most beautiful girl. Dan bagi seseorang yang menikah lebih
dari enam belas tahun
hal ini pantas untuk dicemburui. Dia menceritakan tentang film yang dia
produseri dan dibiayai, yaitu sebuah film Hollywood berjudul Gambit, saat ini
beredar di bioskop seluruh dunia sejak November 2012.
Dia
salah satu co-produser sehingga sewaktu shooting
namanya ada tertempel di belakang kursi lipat di setiap
sesi pengambilan gambar. Film tersebut dibintangi bintang cantik berkaki
panjang yang kocak bernama Cameron Diaz. Sehingga bisa dibayangkan, shooting di London di tengah keramaian mendatangkan mega
bintang seperti Cameron diaz ini. Macet dan semua mata tertuju kepada sang mega
bintang tentunya.
Mas
Rizal menceritakan semua ini pastinya untuk mengingatkan kita semua tentang
film perdananya tersebut dan supaya tertarik menonton tentunya begitu main di
bioskop di Indoenesia.
Namun saya malah melihat sisi lain yaitu romantisme family man-nya Mas Rizal. Dia melanjutkan
ceritanya, “Begitu
Cameron Diaz
yang cantik seksi muncul, semua orang ingin mengambil foto dan ingin berfoto
bersama. Begitu juga istri saya, dia berfoto bersama Cameron Diaz yang langsung di-upload
ke profile picture BB-nya. Yang menarik,banyak orang
ternyata setelah berfoto dengan Cameron Diaz atau ada yang kebagian foto
sama Cameron,
malah banyak yang minta berfoto dengan istri gue, dan gue
tersenyum bangga. Malam itu gue
melihat dengan mata kepala sendiri…istri gue
jauh lebih cantik dari seorang Cameron Diaz. She is the most beautiful girl in the world, that’s why I married her.”
Istrinya
merupakan wanita tercantik didunia dan ini salah satu alasan mengapa dia
menikahi istrinya tersebut sejak lebih dari enam belas tahun yang lalu. Bagi
saya pernyataan ini sangat anggun, menunjukkan banyak hal bahkan kata-kata tidak
cukup untuk bisa menuliskan keindahan romatisme mereka. Malam itu saya mendapat
banyak pelajaran kehidupan terutama tentang keluarga dan romantisme
perkawinanyang saya simpulkan sendiri bahwa sukses bisnis mereka adalah
dikarenakan urusan domestik keluarga yang harmonis membuat tenang bekerja,
damai di dalam mencari rezeki, dan mereka living proof— bukti hidup — sukses keluarga adalah dasar dari
segalanya setelah Tuhan tentunya.