Rabu, 28 Oktober 2015

TUHAN ANDA BISA APA? (seri ramtha)



Di Ramtha School, hari pertama seratus sepuluh orang murid hadir. Dari sepuluh negara. Ada India, Australia, Philipina, Malaysia, Kamboja, Hongkong, Jepang, Amerika, Inggris, terakhir dari Iran. Saya satu-satunya dari Indonesia.
Hari pertama perkenalan, masing-masing cerita jalan hidup mereka, masing-masing sharing — berbagi — sedetail dan serinci mungkin. Wah... seperti film drama. Ceritanya seram-seram. Menegangkan. Taruhan nyawa hilang dan anggota keluarga yang meninggal terbunuh hal yang biasa. Parah semua kondisinya. Ada yang usia 55 tahun, selama empat puluh tahun bekerja hanya untuk membayar hutang, ada yang bangkrut berhutang dengan gank mafia, ada yang dikejar-kejar triad dan dibunuh keluarganya, ada yang ditipu habis-habisan oleh keluarga sendiri, wah sulit dibayangkan cerita jalan hidup mereka. Bahkan seratus kali mendengar cerita masing-masing, seratus kali saya menangis. Saya tentu tidak boleh menceritakan rincian cerita mereka karena ini menjadi rahasia di antara kami. Di mana kami seakan sudah menjadi saudara sependeritaan, common sorrow. Jalan hidup saya jika mendengar cerita mereka menjadi tak sebanding, tak ada apa-apanya.
Hari berikutnya, sang instruktur menceritakan jalan hidup mereka. Sama saja awalnya kusut semua. Mereka berlima. Masih muda. Yang paling tua baru 35 tahun. Namun rekening mereka paling sedikit AUD $ 6.000.000.
“Diampuuut...!” ujar saya dalam hati berkali-kali. Milionaire mindset diajar oleh millionaire. Ok, ini benar. Ini adil. Kami dilihatkan ke ATM dana mereka. Mereka tidak dusta. Diperlihatkan keesokan harinya bagaimana uang itu datang ke mereka. Mulai melek mata saya. Mulai lompatan-lompatan kecil liar di otak berjalan. Aha... aha... itu berkali-kali.
Hari berikutnya. Pelajaran dimulai. Formasi setengah lingkaran. Tanpa meja. Pelajaran trespassing namanya. Teritori ego kami akan diterabas, akan dicross, akan dilewati, siap-siap marah, siap-siap tersusuk hatinya. Kami peserta diberi pertanyaan, “How is the money come to you? Bagaimana uang datang ke Anda?
Seluruh peserta mendapat giliran, kalau disamaratakan semua menjawab “DENGAN BEKERJA”.
Pertanyaan berikutnya, Kalau Anda tidak ada uang apa yang Anda lakukan?
Seluruh peserta berbicara bergantian, kesimpulan... “Mencari kerjaan. Karena dengan bekerja kita mendapat uang.”
Pertanyaan berikutnya, “Kalau Anda bekerja apa yang Anda peroleh?”
Seluruh peserta menjawab, “UANG!”
Pertanyaan berikutnya, “JADI BEGITULAH CARA KERJA OTAK ANDA! Untuk mendapat uang Anda harus bekerja.”
Kita stop sebentar. Ada yang salah dari pernyataan di atas? Tentu tidak bukan?
Inilah pertanyaan dan pernyataan selanjutnya. Bisakah Anda tidak bekerja, Anda dapat uang? Otak saya kram, macet.
Kemudian terdengar suara instruktur melanjutkan...“Karena Anda berfikir uang datang kalau bekerja, kalau tidak punya uang Anda mencari kerjaan, dan Anda pikir Anda mendapat uang, padahal itu hanya menyambung hidup, di akhir bulan uang Anda habis lagi, dan Anda bekerja lagi, begitu roda kehidupan yang Anda putar, BENAR?”
Otak saya berhenti. Rasanya tidak ada yang salah. Bukankah itu pemahaman yang umum? Uang didapat dengan bekerja. Gak kerja ya gak dapat duit.
Pertanyaan berikut agak menohok saya. “Anda ber-Tuhan, Mr Mardigu, Anda percaya Tuhan?”
“Ya, pasti.”
“Tuhan Anda bisa apa?”
Duh, kalau ini bukan pelajaran trespassing sudah ngamuk saya. “Tuhan saya bisa segalanya. Tak terhingga,” jawab saya dengan nada tidak nyaman.
Instruktur bernama Geoff mendekat, “Tuhanmu tak terhingga bisa ngapain aja, bisa semuanya? Bisakah Anda meminta pada Tuhan. Kamu di rumah, duduk dengan orang yang mencitaimu dan yang kamu cintai, mengerjakan sesuatu menjadi kesukaanmu, UANGMU TAK TERHINGGA. Bisa gak?!”
Saya gelagepan.
Ditekan lagi saya, “Bisakah Tuhanmu mendatangkan uang padamu tanpa kerja? Hanya mengerjakan yang kau cintai, DAPAT UANG TAK TERHINGGA, bisakah?”
“Bisa!” jawab saya keras
“Kenapa kamu tidak minta itu? Kenapa kamu tidak minta kepada Tuhan, ‘Yaa Tuhan... saya mau berkumpul dengan orang yang saya cintai, mengerjakan sesuatu yang saya sukai, menyenangkan banyak orang, santai, membuat sehat, membuat pinter, membantu alam, dan dapat duit tak terhingga...’ kenapa nggak minta kayak gitu? Kenapa nggak taruh kata-kata itu dalam pikiranmu? Kenapa malah milih yang repot, yang capek, yang buat frustasi hanya untuk dapat duit?! Kenapa minta kerja baru dapat uang?!” nada suaranya meninggi dan mengeras.
Saya tidak menjawab, saya ya juga bingung. Kenapa saya mau dapat uang harus kerja? Kenapa nggak diem aja atau mengerjakan sesuatu yang enak dan santai aja? Tapi kenyataanya khan orang harus kerja juga apa pun itu? Buktinya banyak orang yang santai-santai malah masuk jurang kemiskinan. Ini maksudnya saya harus apa ya?!
Geoff menekan saya lagi, “Kalau Anda datang ke sini masih mempertahankan dan mempertanyakan hal-hal dasar, Anda siap-siap kecewa. Kalau Anda percaya Anda yang menentukan nasib Anda, siap-siap terkejut. Kalau Anda percaya nasib bukan di tangan Anda, Anda pasti kecewa. Kalau Anda percaya Tuhan bisa melakukan apa pun Anda pasti mendapat sesuatu. Kalau Anda percaya garis tangan sudah ditentukan sebelumnya Anda pasti frustasi, kalau Anda percaya Anda menulis jalan hidup Anda sendiri Anda pasti menemukan jalan keluar. Kalau Anda banyak berfikir dan mepertanyakan metode pengajaran selama tujuh hari ke depan siap-siap angkat koper karena Anda tidak mendapatkan apa-apa, kalau Anda pasrah dan percaya Anda sangat diuntungkan karena semua akan mudah. Kalau Anda percaya inilah jawaban atas doa Anda, Anda pasti menikmati setiap proses di kelas ini. Kalau Anda masih memegang kukuh belief system Anda yang lama Anda akan persis menjadi seperti Anda sekarang. Kalau Anda meruntuhkan seluruh bangunan Anda dan bersiap membangun pondasi belief baru siap-siap melihat diri Anda yang anggun yang sesuai dengan maunya Anda.”
Kemudian nada suaranya melunak dan makin pelan... “Anda ke sini sudah membuang waktu, membuang tenaga, membuang pikiran, membuang uang ... apa yang tersisa dari Anda hanya pola pikiran saja, kalau Anda mau membuang pola tersebut kita akan melanjutkan pelajaranya. Siap-siap akan sakit, sakit hati karena semua yang Anda pegang bisa lepas bahkan harus lepas. Bahkan kebenaran yang Anda pegang akan di-challenge, ditantang ke batas ujung. Diri Anda akan didorong ke batas yang Anda merasa apakah mungkin, apakah masuk di akal, masak sih, bagaimana bisa, pernyataan dan pertanyaan logika belief lama akan ditantang. Kalau ternyata tidak teruji, rubuhkan. Ingat, kebenaran yang terbenar adalah kebenaran yang teruji, kebenaran yang terbenar adalah kebenaran yang tidak “menohok/menyinggung” siapa pun, kalau ada yang sakit hati gara-gara kebenaran ini, pelajaran kebenaran ini salah. Dan kebenaran yang paling terbenar ia membela dirinya sendiri...”