Rabu, 28 Oktober 2015

TAK BISA MENANGIS LAGI




Malamnya saya berfikir keras, apa solusi dan jalan keluar untuk menalangi negative cash out perusahaan karena rugi modal. Bukan rugi transaksi bisnis. Secara teknis saya masih mempunyai harapan yaitu bisnis garmen yang saat itu sedang berada dalam masa puncak — peak performance— nya dengan delapan puluh mesin, juga pabrik kapur hydrated lime Calsindo namun juga sedang dalam masalah dengan bank.
Pabrik tersebut sudah mengurangi jumlah karyawan dari 120 tinggal hanya 50 orang saja. Alasan sebenarnya juga bukan alasan bisnis yang buruk. Karena PT Calsindo memproduksi Ca(OH)2 atau hydrated lime yang merupakan bahan baku utama di tambang emas. Jadi tambang emas besar seperti Kelian di Samarinda, Newmont Minahasa, Newmont Batu Hijau Sumbawa, Freeport membeli produk Calsindo karena kami produser satu-satunya yang berteknologi tinggi sehingga mutu kapur tinggi.
Calsindo memiliki masalah dengan bank karena tahun 1999-2000 adalah masa krisis ekonomi di seluruh ASEAN dan bank yang membiayai proyek tersebut, Bank PDFCI, mengalami pailit. Di mana sebelumnya mereka me-charge kami dengan bunga hingga 40 persen per tahun. Ini sudah super gila. Semua orang tahu bahwa devaluasi merosotnya nilai uang di di tahun 1997/1998 dan mematikan seluruh sendi bisnis kecuali bisnis yang berbasis makanan karena merupakan primary business. Kalau bisnis sekunder terlebih lagi yang thertier lapis ketiga yang sejajar kebutuhan barang mewah banyak yang berhenti. Di bisnis garmen, bisnis sekunder. Namun hydrated lime ini bisnis lapis ketiga, karena begitu tambang emas mengentikan produksinya, mati total kami.
Kembali lagi ke loan pinjaman bank Calsindo. Walaupun pinjaman selama tiga tahun sudah kami kembalikan setengahnya, namun begitu bunga meningkat maka kami harus melakukan negosiasi lagi. Bisnis hanya tahan tiga bulan dan itu pun hanya bayar bunga saja. Kami tidak tahan. Satu-satunya jalan adalah negosiasi pinjaman. Saya ke bank dan saya minta tenor pinjaman dipanjangkan. Dari sisa tiga tahun lagi minta waktu diperpanjang menjadi delapan tahun alias minta tambahan extra lima tahun.
Tujuannya adalah mengecilkan cicilan bulanan. Lalu karena income kami dalam dollar kami meminta loan pinjaman juga dalam dolar. Mengingat dolar tidak stabil maka lebih aman menggunakan nilai dollar. Siang malam puluhan kali saya dan team bolak-balik ke bank melakukan negosiasi tersebut. Di tempat lain money changer harus saya apakan?
Lebaran tinggal selangkah. Uang di tangan ada milik para mitra. Di money changer tersebut modal kami 10 milyar terdiri dari 45 pemodal. Ada yang 100 juta, ada yang 2 milyar, macam-macam. Semua sahabat lama saya yang tentunya percaya banget pada saya, setidaknya saat itu. Bisnis selama dua tahun yang lalu di money changer sangat baik. Dikelola oleh 2 chief dealer, 7 dealer dan 10 kurir, bisnis bagus dan sesuai prediksi.
Yang menjadi kegundahan saya adalah haruskah saya mengatakan cerita asli tersebut? Haruskah saya berterus terang? Haruskah saya minta pengertian mereka ini resiko bisnis sehingga saya tidak harus membayar? Kalau saya berterus terang dan ternyata mereka minta ganti bagaimana? Kalau saya berterus terang lalu mereka minta balik uang di tangan segera dan ke depan saya kehilangan kepercayaan mereka? Cerita tersebut akan menyebar sehingga kredibilitas yang saya bangun selama ini bisa musnah.
Dalam bisnis kredibilitas dan karakter memegang porsi terdepan. Bahkan di bank di mana saya lima tahun bekerja sebelum berwirausaha ada poin terhadap analisa dari kredit divisi. Melihat orang dari character, capabilitas, collateral, company. Karakter ditaruh di depan. Misalnya kita selalu menunggak KPR atau ada masalah dengan cicilan kartu kredit maka ketika BI checking mengenai nama kita, jika kita minta kredit maka terdapat data black list — daftar hitam — perilaku terlambat bayar kredit sehingga masuk dalam kategori karakter bisnis yang buruk. Makanya jangan main-main dengan uang orang lain termasuk lembaga keuangan. Ini nasehat banyak pengusaha senior. Jaga karakter dan kredibilitas Anda di mana pun.
Karena saya tidak siap dengan kerugian demikian besar. Nama saya bisa rusak dalam semalam. Saya berfikir keras. Dan yang jadi kendala berikutnya adalah … saya tidak ada teman berbagi dan sparing partner atau sekondan yang bisa faham situasi ini. Ada banyak teman pebisnis yang sesungguhnya bisa memberi solusi namun mereka juga investor saya yang kalau saya buka kasus ini mereka yang menjadi panik atau punya tindakan yang di luar pikiran saya. Saya sedang tidak siap dengan kejutan atau surprise lagi, sungguh mental saya drop ke titik terendah. Secara mental, ini sudah di bawah. Secara harapan gelap.
Malam takbiran ... saya hanya bisa meratap. Saya berteriak, saya gundah, saya panik. Namun seperti semua orang tahu. Tak ada suara, tak ada jawaban atas pertanyaan, tak ada terasa apa-apa. Sulit mengerti posisi saya jika tidak pernah berada di posisi tersebut. Melihat dari luar maka kalimat “Ambil hikmahnya, sabar, pasti ada jalan”, bukan kalimat yang memotivasi namun bisa membuat saya kesal. Bisa membuat saya marah karena kalimat tersebut bisa saya artikan sebagai ledekan atau insulting words. “Jiaaah ... malah diberi nasehat lagi. Mau tukeran posisi?!” itu kata-kata dalam hati saya. Jadi saya memilih … diam. Tak bicara. Menggunakan topeng saja, senyum. Hati di dalam siapa yang tahu. Mikul duwur mendem jero. Tetap saya junjung tinggi kebenaran walau di dalam saya hancur berantakan.
Lebaran dan hari-hari berikutnya isinya hanyalah kalkulasi spekulasi bisnis. Sampailah saya pada kesimpulan akhir. Saya akan develop Calsindo dan menggunakan dengan maksimum mungkin modal Rp 7 M sisa di tangan. Saya tutup money changer dan saya jual izinnya. Asset sisa bisnis seperti money changer adalah izin. Karena saat ini tidak dibuka lagi izinnya sehingga nilainya naik terus. Namun menjual bisnis di masa krisis, siapa yang mau beli?!
Dalam pekerjaan saya sehari-hari saat itu saya membagi waktu sangat padat. Seminggu dua kali ke money changer yang COO-nya Yudi. Seminggu sekali ke Titis Sampurna karena posisi saya hanya chairman. Ke pabrik Calsindo bisa kapan saja karena pabrik run 24 jam 7 hari seminggu. Ke garmen saya tidak pernah karena dikelola penuh oleh mitra. Saya investor murni. Jadi kalau money changer saya tutup pekerjaan saya bisa berkurang jauh, bisa fokus di Calsindo. Itu pikiran bisnis saya. Namun saya tidak bilang ke 45 investor bahwa money changer saya tutup. Kantor masih ada, bagian administrasi jalan namun akan saya aktifkan tradingnya. Calsindo yang sedang punya masalah karena bank kreditor kami terkena masalah disita BPPN menambah kerumitan keadaan. Mereka pailit, mereka bangkrut, Calsindo kena getahnya. Karena banknya masuk BPPN maka aslinya BPPN tidak mengerti bisnis chemical ini sehingga BPPN memerintahkan Calsindo untuk ditutup juga.
Lima hari setelah lebaran saya mengurus ke bank dan BPPN. Ini dunia baru, ini binatang baru. Yang saya harapkan adalah selain tenor diperpanjang, loan diganti dolar. Satu lagi yang penting, saya minta hair cut atas bunga-bunga yang lalu. Jadi tinggal pokok yang akan di re-schedule ke tenor delapan tahun, bunga dolar, kurs dolar. Pabrik Calsindo di-shut down sementara dengan tujuan menggertak. Sehingga kalau pabrik tidak jalan mereka — BPPN — saya harapkan menjadi agak panik sehigga saya memiliki bargain posisi. Ber-bargain tanpa memiliki kartu as adalah hal yang mustahil. Di sisi lain, saya tahu kalau mau disita syaratnya mereka belum cukup. Kami tidak mengalami bisnis problem, hanya ganti tuan saja dari bank PDFCI ke BPPN. Dan kalau dinyatakan pailit malah mereka rugi. Assetnya jatuh, lebih baik perusahaannya jalan. Ada turn over, ada book value lebih.
Bernegosisasi bisnis di masa krisis memerlukan nyali dan mental ekstra. Karena pastinya tidak cepat, memakan waktu lama. Bisa lebih dari enam bulan. Satu-satu ditelaah. Tenor panjang, bunga, kurs, kontrak bisnis off takers, deposit bahan baku, SDM , izin-izin menjadi faktor yang dipertimbangkan semua dan untuk disetujui semua harus terlihat bagus dan benar-benar bagus.
Rencana saya, saya akan membuat perusahan di dalam perusahaan. Hal ini nakal namun saya berbicara dengan mitra bisnis saya alasannya. Kalau kita ada revenue besar dan masuk ke rekening perusahaan maka bank akan langsung deduct atau potong untuk bunga dan kewajiban cicilan. Namun kalau tidak ada income mereka terpaksa menyetujui deal permohonan kita daripada jadi besi tua pabriknya. Mitra saya, Pak Ibrahim Risjad dan Nanan Lasahido, semua setuju. Huuuuiih, satu step selesai, lima puluh langkah lagi menunggu.
Jadi perusahaan money changer PNU akan jadi trading company. Saya mencari order, kemudian Calsindo produksi. Uang 7 M cukup untuk modal trading. Saya bikin Calsindo memberikan harga dasar alias tak ada untung namun tidak rugi sehingga BPPN tidak dapat bagian namun dilihat ada turn over. Margin profit ada di PNU.
Pertama saya ke Kelian di pedalaman Mahakam. Tujuh hari kerja tidak sia-sia. Order dapat. Tiga bulan stock kebutuhan produksi untuk Kelian Equatorial Mining. Dikirim tiga shipment menggunakan barge 2000 Metric Ton Ca(OH)2. Secara perhitungan ekonomis, tiga transaksi itu memberikan keuntungan bersih 3 M, cukup untuk mengembalikan modal para investor money changer. Maka kiln pun mulai menyala. Tambang kapur berjalan, jaw crasher berjalan. Jumbo bag polyuretan kapasitas satu ton di-order. Tug boat dan barge disewa. Truk ke palebuhan Priok siap di loading dog. Bill of lading sedang disiapkan. LC pembayaran Kelian sudah diterima. Dalam gudang dua minggu operasi seribu ton siap. Hingga suatu malam saya dapat telepon dari shift malam bahwa kiln di-shut down karena ada gempa kecil yang membuat pipa burner dan batu tahan api lapisan di burner pecah.
“Waduh … aee mate aku!” saya keringat dingin. Order sudah di tangan, produksi terkendala. Schedule fix semua, bisa tertunda. Kena penalti di barges, kena penalti di sewa gudang pelabuhan, kena penalti demurrage karena separuh barang sudah di pelabuhan, tambah sewa gudang di pelabuhan dihitung harian, berapa biaya demurage-nya? Saya sudah tidak bisa menangis lagi… (cerita bersambung)