Malamnya saya berfikir keras, apa solusi
dan jalan keluar untuk menalangi negative cash out perusahaan karena rugi
modal. Bukan rugi transaksi bisnis. Secara teknis saya masih mempunyai harapan
yaitu bisnis garmen yang saat itu sedang berada dalam masa puncak — peak
performance—
nya dengan delapan puluh mesin,
juga pabrik kapur hydrated lime Calsindo namun juga sedang dalam masalah dengan bank.
Pabrik tersebut sudah mengurangi
jumlah karyawan dari 120 tinggal hanya 50 orang saja. Alasan sebenarnya juga
bukan alasan bisnis yang buruk. Karena PT Calsindo memproduksi Ca(OH)2 atau
hydrated lime yang merupakan bahan baku utama di tambang emas. Jadi tambang
emas besar seperti Kelian di Samarinda, Newmont Minahasa, Newmont Batu Hijau
Sumbawa, Freeport membeli produk Calsindo karena kami produser satu-satunya
yang berteknologi tinggi sehingga mutu kapur tinggi.
Calsindo memiliki masalah dengan
bank karena tahun 1999-2000 adalah masa krisis ekonomi di seluruh ASEAN dan
bank yang membiayai proyek tersebut, Bank
PDFCI,
mengalami pailit. Di mana sebelumnya mereka me-charge kami dengan bunga hingga
40 persen per tahun. Ini sudah super gila. Semua orang tahu bahwa devaluasi
merosotnya nilai uang di di tahun 1997/1998 dan mematikan seluruh sendi bisnis
kecuali bisnis yang berbasis makanan karena merupakan primary business. Kalau
bisnis sekunder terlebih lagi yang thertier lapis ketiga yang sejajar kebutuhan
barang mewah banyak yang berhenti. Di bisnis garmen, bisnis sekunder. Namun
hydrated lime ini bisnis lapis ketiga, karena begitu tambang emas mengentikan
produksinya, mati
total kami.
Kembali lagi ke loan pinjaman bank
Calsindo. Walaupun pinjaman selama tiga tahun sudah kami kembalikan
setengahnya, namun begitu bunga meningkat maka kami harus melakukan negosiasi
lagi. Bisnis hanya tahan tiga bulan dan itu pun hanya bayar bunga saja. Kami
tidak tahan. Satu-satunya jalan adalah negosiasi pinjaman. Saya ke bank dan
saya minta tenor pinjaman dipanjangkan. Dari sisa tiga tahun lagi minta waktu
diperpanjang menjadi delapan tahun alias minta tambahan extra lima tahun.
Tujuannya adalah mengecilkan
cicilan bulanan. Lalu karena income kami dalam dollar kami meminta loan
pinjaman juga dalam dolar. Mengingat dolar tidak stabil maka lebih aman
menggunakan nilai dollar. Siang malam puluhan kali saya dan team bolak-balik ke
bank melakukan negosiasi tersebut. Di tempat lain money changer harus saya
apakan?
Lebaran tinggal selangkah. Uang di
tangan ada milik para mitra. Di money changer tersebut modal kami 10 milyar
terdiri dari 45 pemodal. Ada yang 100 juta, ada yang 2 milyar, macam-macam.
Semua sahabat lama saya yang tentunya percaya banget pada saya, setidaknya saat
itu. Bisnis selama dua tahun yang lalu di money changer sangat baik. Dikelola
oleh 2 chief dealer, 7 dealer dan 10 kurir, bisnis bagus dan sesuai prediksi.
Yang menjadi kegundahan saya adalah
haruskah
saya mengatakan cerita asli tersebut? Haruskah saya berterus terang? Haruskah saya minta pengertian mereka
ini resiko bisnis sehingga saya tidak harus membayar? Kalau saya berterus terang dan ternyata
mereka minta ganti bagaimana? Kalau saya berterus terang lalu mereka minta balik
uang di tangan segera dan ke depan saya kehilangan kepercayaan mereka? Cerita tersebut akan menyebar sehingga
kredibilitas yang saya bangun selama ini bisa musnah.
Dalam bisnis kredibilitas dan
karakter memegang porsi terdepan. Bahkan di bank di mana saya lima tahun bekerja sebelum
berwirausaha ada poin terhadap analisa dari kredit divisi. Melihat orang dari
character, capabilitas, collateral, company. Karakter ditaruh di depan. Misalnya kita
selalu menunggak KPR atau ada masalah dengan cicilan kartu kredit maka ketika
BI checking mengenai nama kita, jika kita minta kredit maka terdapat data black
list — daftar hitam — perilaku terlambat bayar kredit sehingga masuk dalam
kategori karakter bisnis yang buruk. Makanya jangan main-main dengan uang orang
lain termasuk lembaga keuangan. Ini nasehat banyak pengusaha senior. Jaga
karakter dan kredibilitas Anda di mana pun.
Karena saya tidak siap dengan
kerugian demikian besar. Nama saya bisa rusak dalam semalam. Saya berfikir
keras. Dan yang jadi kendala berikutnya adalah … saya tidak ada teman berbagi
dan sparing partner atau sekondan yang bisa faham situasi ini. Ada banyak teman
pebisnis yang sesungguhnya bisa memberi solusi namun mereka juga investor saya
yang kalau saya buka kasus ini mereka yang menjadi panik atau punya tindakan
yang di luar pikiran saya. Saya sedang tidak siap dengan kejutan atau surprise
lagi, sungguh mental saya drop ke titik terendah. Secara mental, ini sudah di
bawah. Secara harapan gelap.
Malam takbiran ... saya hanya bisa
meratap. Saya berteriak, saya gundah, saya panik. Namun seperti semua orang
tahu. Tak ada suara, tak ada jawaban atas pertanyaan, tak ada terasa apa-apa.
Sulit mengerti posisi saya jika tidak pernah berada di posisi tersebut. Melihat
dari luar maka kalimat “Ambil hikmahnya, sabar, pasti ada jalan”, bukan kalimat
yang memotivasi namun bisa membuat saya kesal. Bisa membuat saya marah karena
kalimat tersebut bisa saya artikan sebagai ledekan atau insulting words.
“Jiaaah ... malah diberi nasehat lagi. Mau tukeran posisi?!” itu kata-kata
dalam hati saya. Jadi saya memilih … diam. Tak bicara. Menggunakan topeng saja,
senyum. Hati di dalam siapa yang tahu. Mikul duwur mendem jero. Tetap saya
junjung tinggi kebenaran walau di dalam saya hancur berantakan.
Lebaran dan hari-hari berikutnya
isinya hanyalah kalkulasi spekulasi bisnis. Sampailah saya pada kesimpulan
akhir. Saya akan develop Calsindo dan menggunakan dengan maksimum mungkin modal
Rp 7 M sisa di tangan. Saya tutup money changer dan saya jual izinnya. Asset
sisa bisnis seperti money changer adalah izin. Karena saat ini tidak dibuka
lagi izinnya sehingga nilainya naik terus. Namun menjual bisnis di masa krisis,
siapa yang mau beli?!
Dalam pekerjaan saya sehari-hari
saat itu saya membagi waktu sangat padat. Seminggu dua kali ke money changer
yang COO-nya Yudi. Seminggu sekali ke Titis Sampurna karena posisi saya hanya
chairman. Ke pabrik Calsindo bisa kapan saja karena pabrik run 24 jam 7 hari
seminggu. Ke garmen saya tidak pernah karena dikelola penuh oleh mitra. Saya
investor murni. Jadi
kalau money changer saya tutup pekerjaan saya bisa berkurang jauh, bisa fokus
di Calsindo. Itu pikiran bisnis saya. Namun saya tidak bilang ke 45 investor bahwa money changer saya tutup. Kantor masih
ada, bagian administrasi jalan namun akan saya aktifkan tradingnya. Calsindo yang sedang punya masalah
karena bank kreditor kami terkena masalah disita BPPN menambah kerumitan
keadaan. Mereka pailit, mereka bangkrut, Calsindo kena getahnya. Karena banknya
masuk BPPN maka aslinya BPPN tidak mengerti bisnis chemical ini sehingga BPPN
memerintahkan Calsindo untuk ditutup juga.
Lima hari setelah lebaran saya
mengurus ke bank dan BPPN. Ini dunia baru, ini binatang baru. Yang saya
harapkan adalah selain tenor diperpanjang, loan diganti dolar. Satu lagi yang
penting, saya minta hair cut atas bunga-bunga yang lalu. Jadi tinggal pokok
yang akan di re-schedule ke tenor delapan tahun, bunga dolar, kurs dolar. Pabrik Calsindo di-shut down sementara
dengan tujuan menggertak. Sehingga kalau pabrik tidak jalan mereka — BPPN —
saya harapkan menjadi agak panik sehigga saya memiliki bargain posisi.
Ber-bargain tanpa memiliki kartu as adalah hal yang mustahil. Di sisi lain,
saya tahu kalau mau disita syaratnya mereka belum cukup. Kami tidak mengalami
bisnis problem, hanya ganti tuan saja dari bank PDFCI ke BPPN. Dan kalau
dinyatakan pailit malah mereka rugi. Assetnya jatuh, lebih baik perusahaannya
jalan. Ada turn over, ada book value lebih.
Bernegosisasi bisnis di masa krisis
memerlukan nyali dan mental ekstra. Karena pastinya tidak cepat, memakan waktu
lama. Bisa lebih dari enam bulan. Satu-satu ditelaah. Tenor panjang, bunga,
kurs, kontrak bisnis off takers, deposit bahan baku, SDM , izin-izin menjadi
faktor yang dipertimbangkan semua dan untuk disetujui semua harus terlihat
bagus dan benar-benar bagus.
Rencana saya, saya akan membuat
perusahan di dalam perusahaan. Hal ini nakal namun saya berbicara dengan mitra
bisnis saya alasannya. Kalau kita ada revenue besar dan masuk ke rekening
perusahaan maka bank akan langsung deduct atau potong untuk bunga dan kewajiban
cicilan. Namun kalau tidak ada income mereka terpaksa menyetujui deal
permohonan kita daripada jadi besi tua pabriknya. Mitra saya, Pak Ibrahim
Risjad dan Nanan Lasahido, semua setuju. Huuuuiih, satu step selesai, lima
puluh langkah lagi menunggu.
Jadi perusahaan money changer PNU
akan jadi trading company. Saya mencari order, kemudian Calsindo produksi. Uang
7 M cukup untuk modal trading.
Saya bikin Calsindo memberikan harga dasar alias tak ada untung namun tidak
rugi sehingga BPPN tidak dapat bagian namun dilihat ada turn over. Margin
profit ada di PNU.
Pertama saya ke Kelian di pedalaman
Mahakam. Tujuh hari kerja tidak sia-sia. Order dapat. Tiga bulan stock
kebutuhan produksi untuk Kelian Equatorial Mining. Dikirim tiga shipment
menggunakan barge 2000 Metric Ton Ca(OH)2. Secara perhitungan ekonomis, tiga
transaksi itu memberikan keuntungan bersih 3 M, cukup untuk mengembalikan modal
para investor money changer. Maka
kiln pun mulai menyala. Tambang kapur berjalan, jaw crasher berjalan. Jumbo bag
polyuretan kapasitas satu ton di-order. Tug boat dan barge
disewa. Truk ke palebuhan Priok siap di loading dog. Bill of lading sedang
disiapkan. LC pembayaran Kelian sudah diterima. Dalam gudang dua minggu operasi
seribu ton siap. Hingga suatu malam saya dapat telepon dari shift malam bahwa
kiln di-shut down karena ada gempa kecil yang membuat pipa burner dan batu
tahan api lapisan di burner pecah.
“Waduh … aee mate aku!” saya
keringat dingin. Order sudah di tangan, produksi terkendala. Schedule fix
semua, bisa tertunda. Kena penalti di barges, kena penalti di sewa gudang
pelabuhan, kena penalti demurrage karena separuh barang sudah di pelabuhan, tambah
sewa gudang di pelabuhan dihitung harian, berapa biaya demurage-nya? Saya sudah
tidak bisa menangis lagi… (cerita
bersambung)