Rabu, 28 Oktober 2015

“Terkadang, banyak kebenaran itu di letakan di tempat yang anda tidak sukai”

Mas, anda di minta pergi dari kantor tersebut? Kok bisa? Andakan pemegang saham, andakan pendiri dan anda kan komisaris? Ini pertanyaan beruntun dari seorang teman yang selalu menyempatkan hadir jika lewat dekat kantor saya. Peristiwa ini sebenarnya sudah lama, namun ketika sedang sarapan pagi membuka email saya mendapatkan pesan panjang tertulis dalam email saya tentang sebuah rencana bisnis darinya. Pikiran saya bukan ke proposal itu namun teringat dia mengajak pertemuan makan siang yang dengan “kepo” nya sebenarnya dia ingin menanyakan apa yang terjadi kenapa saya di usir dengan tidak hormat dari kantor saya sendiri.
Benar dalam 25 tahun saya menjalankan kehidupan berbisnis mulai dari bekerja dengan perusahaan kecil, lalu berganti keperusahaan besar dengan banyaknya anak tangga menuju puncak, hingga keperusahaan besar namun isinya keluarga, lalu keperusahaan yang banyak intrik dan jurus kodok dilakukan sikut sana, injek sini, sehingga memutuskan berwirausaha, dari yang pegawainya sedikit, lalu membentuk yang lain, yang labour intensif dimana banyak pegawai. Lalu dari jenis usaha yang padat modal, 24 jam bekerja, dan banyak lagi ragamnya.
Ada hal yang juga menjadi pertimbangan adalah ada yang saham mayoritas dan ada yang kepemiliknya minoritars. Ada yang saham minoritas namun eksekutif manajemen di pegang sehinga berdaulat, ada yang saham mayoritas namun tidak memegang kendali operasional, 100% profeional dan termasuk bidang yang tidak faham banget, juga da macam-macamnya.
Dari puluhan usaha yang saya bangun, beragam bidang dan beragam pengelolaannya. Walau sebagai pendiri, dikala saham minoritas dan tidak memegang manajemen inilah yang kejadian seperti di atas. Entah mengapa stake holder memutuskan saya tidak mendapat ruangan kerja lagi di tempat tersebut.
Suatu hari selagi dalam perjalanan dinas yang saya kerjakan dengan terpaksa karena manajemen sibuk da nada kunjungan dari calon lender, pemberikrdit tidak ada yang menemani kelapangan sehingga saya pun terpaksa berangkat. Kalau tidak salah hari itu hari jumat. Jarak proyek tidak terlalu jauh dari Jakarta sehingga bisa berangkat pagi pulang sore.
Sayapun menyetujui menemani para lender dan banker tersebut. Toh yang datang adalah mereka yang berada dalam jajaran pengambilan keputusan. Pasti saya setuju, 6-7 jam bersama penyandang dana adalah sebuah kehormatan. Saya sebenarnya mau nanya 3 direksi kok mendadak sibuk semua, maka saya komisaris satu-satunya yang bisa di handalkan saat itu.
Dan disinilah hari yang menurut saya aneh karena sekertaris komisaris utama perusahaan tersebut menelfon saya dalam perjalanan pulang. Pak wowiek bapak kapan bisa mengosongkan ruangan bapak? Saya tidak terkejut mendengar kalimat tersebut, namun saya hanya tidak suka saja atas sifat ketidak jantanan organisasi ini.
Bisa senin kosong pak, soalnya mau di pakai direksi baru. Kalimat trersebut keluar beruntun melanjutkan kalimat diawal tadi. Saya berfikir sejenak dan tanpa merubah nada dasar intonasi saya berkata, 1 minggu deh kira-kira. Saya menjawab. Ok pak, satu minggu ya, senin depannya lagi.
Lalu setengah iseng karena ingin tahu saya bertanya, apakah ada ruangan di belakang buat saya bisa pindahkan kantor saya. yang di jawab oleh sekertaris tersebut, tidak ada ruangan untuk bapak disini.
Asiiik, dalam hati saya. sebuah hal yang bagi banyak orang pasti tersinggung berat namun saya tidak merasakan apa-apa. saya tidak marah, saya tidak kesal. Saya dalam hati hanya berkata, ini gila kali ya perusahaan ini. Data dari mana dan apa isi kepala boss atau orang yang memerintahkan saya keluar ruang namun tidak mengatakan langsung atau pakai surat, hanya menyuruh sekertarisnya dan saya bahkan berfikir ini akal-akalan segelitir orang yang ngak suka saya untuk mengeluarkan saya dari kantor tersebut sehingga memberikan masukan berdasar like and dislike.
Apa yang mau saya ceritakan disini aslinya saya bukan mau curhar kok hehe, sebenarnya begini. Perlu diingat ini adalah peristiwa beberapa tahun yang lalu, sudah lewat namun saya mencoba membuat pemahanan kepada sahabat pentingnya pikiran selalu netral.
Bayangkan, misalnya : anda berdua memulai bisnis. Anda menggunakan kekuatan nama besar mitra anda sebagai corporate ganrantee. Anda hanya memberikan eksperties saja, anda dapat 20% kepemilikan. Anda lalu menjadi orang nomor satu.
Dia meletakan 3 orangnya dalam organisasi ini, di bagian keuangan dan operasional. Dalam 2 tahun asset naik 5 kali lipat dari pinjaman. Lalu saya membuat rencana bisnis dan perlu penambahan pinjaman dimana saya yakin bahwa pinjaman double dua kali lipat namun asset akan naik 10 kali lipat. Lalu partner saya memanggil beberapa professional yang menurutnya "mengerti" bidang yang saya kerjakan. Saran mereka ternyata di dengar mitra saya. pilihannya, tidak menambah pinjaman.
Saya kalah suara, saya beda pendapat, saya tidak nyaman, saya memilih mundur dari CEO. Jadi komisaris. Dua bulan kemudian peristiwa “pengusiran” terjadi seperti di atas. Itu adalah ringkas ceritanya. Bagi banyak orang pasti akan “ngamuk” jika anda di beginikan. Merasa tidak dihargai, merasa dikhianati. Merasa di hina. Diusir!
Tapi saya biasa aja tuh. Tidak kesel tidak marah. Pindah, ya pindah saja, saya memiliki beberapa kantor yang saya bisa jadikan base camp saya itu mungkin satu alasan, namun alasan yang paling kuat adalah, saya merasa, orang-orang sekitar perusahaan ini memang“ngabot-ngaboti” dalam bahasa kampung saya dulu, terjemahan bebasnya, mberat mberati. Membenani saya.
Begini sederhananya, jika seseroang akan mentas, terbang, akan lebih ringan kalau beban itu di tinggalkan, atau di kurangi. Sulit ada akan cepat melesat kalau beban anda berat.
Jika orang disekeliling anda memberatkan anda, kehidupan itu ajaib, Allah itu ajaib. Ada saja cara kehidupan melakukannya, anda dengan sadar melepaskan diri atau keadaan membuat anda melepaskan diri. Dalam posisi saya, alam yang membuat saya terlepas.
Jadi semua kejadian tidak ada yang tidak direncanakan. Sesungguhnya saya sendiri yang memintanya, hanya datangnya saja tidak seperti yang kita inginkan. Jadi semua kejadian yang menurut kita menyebalkan dan membuat marah, adalah hanya “the harder stone to make your knife sharp”, hanya batu keras yang membuat pisau anda menjadi tajam. Janganlah lama-lama menganalisa peristiwa yang sudah terjadi, jangan bertanya mengapa peristiwa terjadi, namun lebih baik mengerjakan sesuatu yang membuat kebaikan sekarang dan masa akan datang.
Kemarahan merusak suasana hati, kecewa sebentar, sebel sebentar itu manusiawi. Intinya, jangan lama lama berada di tempat yang tidak menyenangkan hati. # May peace be upon us