Ini
semua di ambil oleh pemerintah china pak? Kami hanya produksi saja terus
nanti ada badan pemerintah yang membeli. Demikian seorang china yang
bisa berbicara bahasa indonesia cukup lancar walau tidak pernah
keindonesia ketika beberapa tahun yang lalu saya belanja toilet di sana
menjawab pertanyaan saya.
Jalan hanya 1 jam melewati kota
pelabuhan shenzhen. Sampailah kami pada sebuah kota yang semuanya
terdiri dari bangunan ruko tiga lantai. Mungkin bukan kota, desa, kecil
banget kok . namun Hebatnya adalah desa tersebut memproduksi hal yang
sama, yaitu wc toilet. Satu desa, memproduksi barang yang sama tersebut.
Kalau boleh memberikan ilustrasi agar bisa mebayangkan daerah
tersebut adalah seperti ini. jajaran ruko berbaris berlapis lurus
panjang, semua sama kefungsiannya. Setiap rumah anda akan melihat,
Lantai bawah show room, di atasnya tempat produksi dan di atasnya lagi
rumah tinggal. Semua sama, semodel hanya produksinya berbeda bentuk.
Saya tidak dapat menghitung berapa jumlah ruko atau rumah produksi itu
namun kalau 1000 ruko rasanya ada kali.
Hal yang menarik pertama
selain produsen toliet bagi saya adalah mereka memanfaatkan ketiga
level bangunan tersebut secara utuh, sementara kalau saya inget di tanah
air tercinta, bangunan ruko 3 atau 4 lantai kebanyakan ke isi 2 lantai
saja, sisanya idle, kosong.
Kembali ke ruko 1000 unit di desa
tersebut, bayangkan kalau misalnya satu hari mereka produksi membuat 5-8
unit toilet ada 5000 – 8000 toilet per hari di produksi. Dan kalimat di
atas tadi adalah jawaban atas pertanyaan saya.ketika saya bertanya,
pak. Ini siapa yang beli produksi toilet nya? jual kemana?
Rupanya ada sejenis “bulog nya china” yang khusus membeli barang
produksi dari “small home indsutry” di china. Sehingga mereka hanya
fokus di produksi. Urusan jualan diambil oleg bulognya misalnya untuk
urusan produksi WC toilet ini. Dan kata mereka, lembaga penyangga badan
usaha milik negara perdagangan tersebut ada banyak, ada ratusan. Ada
berbagai bidang yang semua di beli oleh pemerintah jika tidak laku atau
sebagai badan penyangga produksi.
Bagi saya ini sangat
menginspirasi. Bangsa china hanya fokus di produksi, titik. Kalau belum
bisa dagang atau menjual maka akan di beli oleh pemerintah dengan harga
standar, dan pasti tidak rugi. Namun jika ada pembeli langsung mereka
bisa deal langsung. Menjual kepada buyer yang kebanyakan adalah dari
negara luar. Pemerintah hadir dalam setiap industri di sana.
Sementara di china dengan 1,2 milyar penduduk. Kalau sekedar 1 daerah
menghasil 5000 – 8000 wc toilet , pasti kecil hal itu. Pasti habis
tertelan di pasar lokal sendiri. Tapi ide badan penyangga ini membuat
semua orang bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka. Tanpa takut produk
tidak ada yang ambil.
Pemerintah hadir mengawal hasil rakyat.
Yang ternyata setelah saya tanya lebih dalam lagi , pemerintah juga
terus mengadakan pelatihan, penyuluhan atas standar produksi. Yang pasti
agar produsen dan produksi makin baik, itu tujuannya.
Mata dari
badan penyangga tersebut sangat tajam. Mutu produksi yang rendah di
bayar di bawah harga pasar, harga pokok. Tapi kalau jelek sama sekali
tidak layak ya baru tidak dibeli. Jadi ada standar mutu juga, ada
grading juga. Dan itu bagus.
Sekarang mengapa saya ke desa itu?
Kenapa saya ke china? Pikiran saya nomor satu adalah saya ingin mutu
bintang 5 seperti grohe untuk toilet di hotel saya. Dan pastinya harga
ya ngak mau bintang 5. Di sisi lain saya ingin pakai grohe, ntapi
harganya muahal buanget. Di banding barang china, Grohe juga produk
import. Maka saya ke china, cari bowl toilet, yang mirip grohe, KW1
tentunya ternyata harganya hanya 20%. Hanya keramik bowl dan sejenisnya
yang saya beli, sistem alat mechanicnya tetap original alias tetap saya
pergunakan grohe yang asli. Saya kawinkan.
Urusan rotating dan
pnenumatic tetap menggunakan eropa. Yang statis bolehlah barang china.
Dan barang statis biasanya 80% dari sebuah benda oepration khan. Jadi
bisa di bayangkan berapa kita berhemat?
Jika di jumlahkan maka
harga saya membelinya hanya 40% dari harga publiknya toilet bintang 5 ,
Grohe tersebut.kalau di lihat secara kasat mata hampir tidak bisa
membedakan, kalau dipergunakan ya memang grohe. Untuk 120 unit toilet
set khan mending saya import dari china?! namun mutu tetap eropa, plus
hemant 60% karena harga 40%, itu sudah dengan ongkos kirim.
Peristiwa inilah yang membuat saya menulis tulisan ini. Dimana saya baru
saja mendapat laporan dari progress bisnis hotel kami di cepu. Arra
Amandaru cepu yang sudah menginjak tahun ke tiga sekarang. Dengan barang
kombinasi WC toilet china german tersebut dan sejauh ini tidak ada
keluhan dari pelanggan.
Zero complain adalah sebuah prestasi.
Dari sebuah keputusan kontroversi awalnya. Namun mencari harga termurah,
mutu terbaik, waktu tercepat adalah seni berbisnis. Grohe KW china
tersebut berhasil. “So far so good”. awalnya pasti di tentang , lah
memang ngak umum, tapi yang penting di awal saya percaya, hal ini bisa
di lakukan, “do able”. Walau hanya intuisi, namun ada logika “common
sense” nya juga.
Terlepas dari cara nyleneh dalam pembelian alat
toilet tersebut, yang membuat saya selalu teringat adalah dalam
hubungannya dengan china tersebut adalah strategi pemerintah yang
melakukan “buy back” atas hasil home industry.
Karena tak jauh
dari desa tersebut, desa Chaozou kalau tidak salah ada desa yang
memproduksi alat pertanian, mesin bajak sawah pakai tangan. Itupun di
sangga pemerintah secara harian untuk menampung produksi home industry
tersebut.
Badan usaha perdagangan miliki pemerintah tersebut
semacam VOC nya belanda dahulu. Tugasnya membeli produksi rakyat dan
menjualkan ke market internasional dengan harga bulk, borongan. Walau
kenyataanya, kebutuhan lokalnya pun belum bisa terpenuhi. Hal ini
membuat kestabilan berbisnis.
Saya suka sekali strategi itu,
bukan apa-apa sih sebenarnya. Karena, saya ini merasa, dalam bisnis
banyak hal yang rumit dan panjang mata rantainya seperti SDM, bahan
baku, material produksi, mutu, distribusi, merek, pemasaran dan
penjulan, banyak banget lainnya lagi. Dan itu adalah hanya untuk satu
buah produksi. Katakanlah ballpoin saja. Panjang banget dari proses
material awal hingga sampai di tangan anda.
Dan, kalau sebagai
pebisnis hal itu bisa di kurangi, misalnya penjual dan distribusi di
ambil. Maka fokus kita bisa tinggal 60% namun di curahkan perhatian
100%. Ya pasti saja produksinya secara mutu meningkat, atau secara
produksi bisa lebih cepat. Ini cara pintar, sementara, di perusahaan
yang milik pemerintah tadi, fokusnya hanya berdagang dan distribusi.
Persis seperti unilever, hanya menjadi marketing arms saja. Tentu fokus
dan kompetitif bisnis jadinya. Ngak kebayang kalau ada lembaga tersebut
di Indonesia ya? . # may peace be upon us