Tahun 2012 adalah satu di antara tahun
menarik yang terjadi di dalam kehidupan saya. Tahun ini banyak sekali hal baru
yang saya dapati. Ada kebahagiaan ada kesulitan. Ada tawa ada tangis. Ada cita-cita
tercapai, ada impian tertunda. Ada sesuatu hadir jauh dari apa yang diinginkan
ada juga hari-hari
lewat tanpa manfaat.
Semisal, di bulan Februari saya operasi
kecil wasir. Sebuah hal
yangtidak pernah saya bayangkan. Lalu
bulan April saya mengalami gouth attach atau serangan asam urat di kedua
dengkul saya hingga satu bulan tidak bisa jalan dengan enak. Di tengah-tengah
ketidaktahuan akan pola makan, di tengah-tengah seseroang yang dua puluh tahun
mengurangi makan daging, tidak pernah makan santan, dan selalu olahraga selama
tiga atau empat kali seminggu di gym... tetap saja kurang dan terkena serangan
asam urat tersebut. Hingga datang ke para pakar profesor asam urat yang
akhirnya bertemu seorang pakar di Singapura — Dr Wong — yang membongkar semua
perilaku pola makan saya yang buruk dan tidak sesuai menjadi lebih sesuai dan
lebih mengenal diri sendiri.
Sebagai suami, sebagai ayah
apalagi. Banyak hal baru yang saya hadapi. Berusaha memberikan kualitas waktu
kepada pasangan hidup dan anak adalah ketrampilan yang terus saya coba
perbaiki. Saya sangat tidak ingin ketika seorang anak saya nanti mengatakan,
“Ayah, ke
mana sih dia kalau lagi
dibutuhkan ?!”
Dulu saya adalah tipe ayah yang tut wuri handayani, apa yang mereka mau saya dukung. Belajar
gitar, main biola, futsal, les nyanyi, tae kwon do, les masak cooking class di
detik.com, les bahasa Ingris,
sekolah internasional, les renang, hip hop dance, dan banyak kegiatan regular
dan non regular untuk keempat anak saya.
Lama-lama saya mikir, kan renang saya bisa
semua gaya mengapa mereka perlu les?
Bahasa Ingris saya kalau ditotal tujuh tahun di negeri orang, mengapa saya
tidak memanfaatkan conversation skill saya langsung ke mereka? Saya adalah penggila basket ball dan
selalu masuk di team utama di college. Latihan dengan coach terbaik sekelas NBA
pernah, mengapa saya tidak mengajari langsung dan bermain langsung dengan
mereka?
Golf handicap saya lumayan kecil, mengapa saya tidak latih langsung saja? Anak kami nomor dua, Fatur, belum
lancar menyetir kendaraan walaupun sudah kelas 1 SMU sementara kakaknya yang
perempuan Mbak Azka terkadang sudah pakai mobil ke sekolah jika kegiatan berdua
itu padat, mengapa saya tidak latih Fatur ?
Chevo yang nomor tiga memerlukan
sekali ketrampilan motorik. Seusianya yang sudah lima tahun belum bisa naik
sepeda roda dua, saya harus ajarkan. Saya tidak sempat atau saya tidak
perhatikan, ini salah saya. Juga Malkia si bungsu setiap les balet dan hip hop
mengapa saya tidak temani sesekali toh lesnya deket kantor saya. Saya merasa
kurang memberikan waktu cukup. Selagi dia performance dance di panggung di
Balai Kartini saya kurang sekali waktu. Kepala saya fokus pada pertemuan bisnis
yang akan saya lakukan bersamaan dengan jadwal manggungnya.
Ini
semua menjadi PR
pekerjaan rumah saya sebagai seorang ayah. Saya ingin meningkatkan waktu
bersama mereka lebih banyak lagi. Kebiasaan pulang kantor jam enam dan makan
malam bersama adalah tradisi dari dulu namun saya harus tingkatkan lagi bukan
hanya ngumpul bareng namun diskusi dan dialog harus saya tingkatkan.
Si sulung Mbak Azka tahun 2013 ini
memasuki periode baru dalam hidupnya dan juga bagi saya sebagai ayah. Dia akan
kuliah. Pilihannya kuliah sejalan dengan passion-nya di dunia seni terutama seni masak
membuat dia selalu berkata kalau sedang diskusi masa depan, “Mbak mau sekolah
di Academy of Art... school of culinary art.” Sekolah yang dia target adalah di Blue
Mountain-Melbourne.
Ini hal baru bagi saya. Ini lompatan mental kejiwaan bagi seorang ayah, di mana
putrinya akan merantau ke negeri orang. Entah saya siap atau tidak melepas
perjalanan hidupnya namun siap tidak siap kurang dari enam bulan hal itu pasti
terjadi. Dia merantau ke negeri orang.
Di bidang bisnis dan pekerjaan?!
Wah hal ini bisa ratusan halaman kertas A4
kalau saya rinci setiap peristiwa di tahun 2012 ini. Dari yang menggembirakan
hingga yang membuat gemetar ada beberapa kali. Dari yang “wow dan koprol”
sampai yang “shit” terjadi juga.
Saya ceritakan sedikit, misalnya di
perusahaan saya yang bergerak dalam bidang oil and gas, Titis Sampurna. Kami
sudah mendapatkan HOA — head of agreement — dari migas mendapatkan jatah 30
MMbtu untuk ditingkatkan menjadi GSA segera dan diproduksi. Rencana kami akan
membangun mini LNG plant di Pulau Raas Madura. Proses untuk mendapatkan HOA gas
memerlukan satu tahun lebih perjuangan yang intens. Tepatnya sejak Maret 2011.
Karena secara peraturan pemerintah gas diprioritaskan buat tiga faktor yaitu
buat kelistrikan, pupuk dan wilayah. Maka cara tercepat mendapatkan HOA gas
adalah dengan bermitra dengan BUMD Perusda. Mendapatkan kepercayaan Perusda
Sumenep. Kami harus melakukan beauty contest melawan sebelas perusahaan yang
juga ingin bermitra.
Keindahan dan pengalaman berbisnis
di masa lalu adalah salah satu pendukung track record sebagai senjata untuk
memenangkan beauty contest tersebut. Tapi hal itu tidak cukup. Kedekatan dengan
pimpinan lokal seperti pejabat setempat, kyai Sumenep, pimpinan adat juga para
politisi tingkat lokal adalah faktor terpenting. Di luar kedekatan dengan
Kementrian ESDM, Dirjen Migas dan para kontraktor oil and gas yang menjadi
produsen seperti Santos, Huskey, Petrochina. Ini adalah matrik rumit dan
panjang yang melelahkan.
Singkat kata, kami harus membagi
permen ke banyak pihak. Tidak boleh tidak, namun semua berdasar sukses story
atau setelah produksi. Bukan menyogok di awal, memberikan upeti. Tidak ada
rumus itu di sejarah perusahaan saya tersebut. Dulu pernah kok nyogok, namun
tetap saja disikut. Sekarang yang kita lakukan adalah membuktikan bahwa bersama
kita semua mendapat yang terbaik. Penduduk setempat mendapatkan manfaat
bekerja, Pemda mendapatkan naiknya PAD, pemerintah pusat mendapatkan buyer gas
— kalau
tidak, negara rugi —, dan
banyak keuntungan lainnya.
Namun demi kemudahaan terkadang tak
salah kami memberikan jatah saham kepada politikus dan toh dia juga setor
modal, bukan modal kosong atau injek kaki. Hal ini penting karena di hi-profile
business seperti dunia oil and gas ini bisa saja lauk di piring diambil dicuri
orang yang dekat dengan kekuasaan. Namun kalau memiliki muscle atau otot kuat
seperti politikus hal seperti ini bisa terhindari. Selama legal terbuka dan
memang memberi modal. Hal ini hal wajar dan praktek umum.
Untuk cerita proyek 30 MMBtu di
atas. Sama, ada porsi buat seorang politikus senior yang memang pebisnis. Dia
siap modal sesuai porsinya tidak lebih 10 persen. Terlihat normal bukan ?! Hari-hari
berjalan rutin sehingga suatu hari namanya dipanggil KPK sebagai salah seorang
yang terlibat kasus korupsi di Departemen Agama. Namanya banyak tertulis di
media dan dikupas . Hal ini berita buruk buat kami. Walaupun untuk proyek
tersebut kami membuat SPV
— special prupose vehicle — alias perusahaan baru namun sebagai induknya bisa
ditarget macam-macam. Bisa dihubung-hubungkan. Bisa diblack mail, bisa diperas
oleh lembaga atau kekuatan politik lainnya.
Dan benar saja. Tak lama setelah
peristiwa itu kekuatan politik tinggi bermain. Maaf saya tidak bisa sebut
partai dan orangnya karena tidak relevan. Namun sebagai gambaran saja mendelik
lah pastinya melihat seseorang hampir keok di tangan KPK maka jatah sedikit
walau di bawah 10 persen
bisa merupakan senjata buat peluru. Kepemilikan minoritas itu dijualnya ke
kekuatan politik yang lebih besar. Tujuannya satu, dia bisa lepas dari jerat
KPK atau berkurang resikonya dengan menjual peluang tersebut.
Ini merupakan senjata barter
kekuatan yang efektif. Sekali lagi dia minoritas namun punya kekuatan lain
sehingga hal yang di tangan ini bisa lepas ! Dalam bargain tersebut, dia ingin
mendapat proteksi perlindungan atau pengurangan hukum, si kekuatan politik
mendapatkan peluang dana dari bisnis kami, jurus ini bukan rahasia. Yang
tadinya bisnis ini low exposure mendadak banyak kekuatan politik bermain dan
menjadi terbuka ke pusat. Kami yang di tengah sebagai murni pebisnis
terombang-ambing. Mereka minoritas, tak sampai 10 persen, namun sangat menggangu. Cakar kekuasaan
mulai menancap. Tidak diberi mereka oleh kita, tidak keluar GSA. “Shit happen”
dan sekali lagi dunia persilatan bisnis, jurus-jurus kita tidak boleh menyerah
atau berhenti manuver. Harus bisa dimenangkan dengan elegan dalam peristiwa
ini. Semua masih menjadi PR di tahun 2013.
Di satu bidang usaha lain lagi, di
anak usaha di pabrik LPG plant, kami mengalami kerusakan sehingga produksi
turun sangat jauh. Yang jadi masalah adalah dengan turunnya produksi maka
penjualan pun turun. Efeknya adalah biaya bulanan dibanding ongkos bulanan
tidak seimbang. Katakan biaya sepuluh jualan hanya delapan sehigga 20 persen
biaya rugi alias nombok alias equity call, harus melakukan tambahan equity atau
mencari pinjaman. Tiap bulan harus menutupi 20 persen, sebuah angka yang tidak
sedikit. Membiayai tiga ratus karyawan bukan hal kecil, mereka harus terus
digaji. Dan sudah dua bulan ini kami short.
Bank bisa meminjamkan dana namun
kontrak dengan off taker Pertamina belum turun, harga selalu ditawar sementara
hal ini hanya satu-satunya. Seharusnya tidak bisa ditawar namun karena kontrak
diambangin, digantung, maka kami tidak punya kekuatan hukum, lemah. Ini sekali
lagi memerlukan ketrampilan manuver dan mental bisnis yang prima. Seberapa saya
bisa tahan adalah pertanyaan selanjutanya.
Ada banyak lagi cerita
melelahkan di tahun 2012 yang menjadi cerminan saya. Sehingga
kami di tahun 2012 akan banyak melakukan spin offer ke anak usaha demi
memperbaiki kinerja. Ada banyak hal yang saya harus tingkatan dalam diri saya.
Menjadi orang tua yang baik, menjadi pasangan yang baik, menjadi pendengar yang
baik, menjadi orang yang adil, menjaga pola makan, meningkatkan porsi olahraga
bersama keluarga. Memberi waktu berkualitas dengan orang-orang yang saya
cintai.