Rabu, 28 Oktober 2015

FLUDIZED BED KILN




Selagi masa konstruksi pabrik hydrated lime di tahun 1995 terjadi masalah. Perhitungan awal yang menggunakan sistem pembakaran vertical kiln ternyata tidak menghasilkan mutu kapur bakar (kapur tohor) yang baik. Ukuran batuan kapur yang besar (sebesar bola) membuat sisi dalam tidak terbakar dan kalau pun terbakar, sisi luar menjadi overburn.
Ini tantangan tersendiri. Awalnya mana saya tahu akan ada masalah seperti ini, bisnis memang sebuah ketrampilan yang harus dijalani bukan wacana. Jadi menjalaninya perlu seribu satu cara ide kreatif menyelesaikan masalah. Saya yang berlatar belakang bukan teknis atau tambang, terpusing-pusing dibuatnya. Cara terbaik adalah belajar lagi dan belajar lagi.
Maka saya pergi ke Perth Australia, ke sebuah perusahaan bernama Phyroterm. Ini adalah perusahaan design engineering. Pemiliknya Mr Max Van Durnum. Warga Australia turunan Belanda. Di mana saya kenal dia? Ada sebuah sesi cerita menarik berhubungan dengan Max. Salah satunya dia adalah coach rowing saya dulu di Menlo College, pelatih dayung di Amerika dulu. Saya akan ceritakan di sesi lain. Singkat cerita Max dengan saudaranya yang super kreatif membuat perusahaan Phyroterm ini. Perusahaan invention alat-alat mekanik pabrik.
Di workshop-nya gabungan laboratorium teknik dan pabrik robot. Saya menceritakan masalah yang Calsindo sedang alami. Ingin membuat Ca(OH)2 dengan mutu tinggi namun tidak bisa menggunakan vertical kiln karena jenis batuan kapur di Cileungsi agak lunak (jika dibandingkan dengan kapur di daerah Tegal, Padalarang, Bantul).
Dari sisi teknis, kapur lunak mudah ditambang, mudah dibakar, namun cara bakarnya yang belum ada solusi. Pakai vertical kiln kapurnya pecah dan membuat jalan keluar kapur buntu. Dari sisi pabrik kapur Calsindo awalnya menggunakan vertical kiln, ini terjadi karena kebodohan saya percaya pada pabrik yang menjual alat ini, mesin 3R dari Cina. Alasan klasik, lebih murah. Namun ternyata tidak bisa dagang, lha buat apa? Hal ini membuat saya belajar banyak bahkan investasi jadi overbudget, harus menambah dana lagi. Biaya over run begini membuktikan satu hal, saya ceroboh.
Setelah saya menceritakan masalah yang saya hadapi, Max Van Durnum melakukan ritual yang biasa dilakukannya, silent mood. Hening dan diam. Saya menyibukkan diri membaca majalah-majalah di sekitar kamar kerjanya. Terkadang sudut mata saya melirik ke arah coach saya dulu itu, dan saya masih memanggil dia coach. Dia merobek-robek kertas, namun pikirannya ke mana-mana. Matanya menerawang jauh. Inilah posisi seseorang lagi trancenden, lagi trance, lagi fly. Ya… sebaiknya saya tinggalkan dia sendirian. Lalu saya pergi ke perpustakaan publik, mencari tahu solusi lain.
Esok harinya Max memanggil saya di kamar kerjanya. Sekarang kamar kerjanya bentuknya sudah nggak karuan, berantakan, lalu dia bilang, “I think I got it!
Well, those statement of your… got it! Its sound familiar to me, right?!
Dia tertawa terbahak-bahak. Ini adalah kata-kata yang diucapkan pada saat satu bulan pertama dia menjadi pelatih rowing dulu. Kalimatnya adalah, “See, you don’t get it do ya? I guess you never get it do ya? You just don’t get it? You never get it?”, itu saja kata-kata yang diulangi setiap kami mendayung sampai di finish line sehingga kami harus ulang-ulang ratusan kali mendayung di Still Water berdelapan. Sekarang kata-katagot it!” keluar lagi dari mulutnya.
Lalu dia menceritakan teori landasan logikanya. Dia ambil penggaris platik, dia gosok-gosokkan di rambut sehingga menjadi medan magnet lalu dia dekatkan ke kertas robekan dan kertas itu melayang-layang. Iya, ini mainan SD dulu. Lalu? saya bertanya meminta penjelasan lebih jauh lagi.
Api (burner) sifatnya sama, anti gravitasi, jadi kita buat kiln posisinya tidur dan material mengambang jalan di atas panas titik bakar kapur. Kapurnya melayang di atas burner (pembakar).”
Saya agak bingung namun logika saya mulai faham.
Saya kasih nama sistem ini fludized bed kiln,” kata Max semangat.
Lalu ukuran batuan?” saya bertanya.
Secara kalkulasi kira-kira ukurannya seperti peable atau kelereng, 1-3 cm. Waktu bakar menjadi hemat, produksi meningkat, investasi sama dengan vertical kiln namun kapasitas bisa tiga kali lipat. Namun itu semua masih di dalam hitungan kertas, saya harus buat pilot plant atau mesin skala lab. Kira-kira satu bulan lagi jadi.”
Ya sudah saya ambil kursus saja lagi deh. Belajar adalah sisi lain hobby saya, dan belajar apa saja termasuk satu bulan belajar di tahun 1995 itu, belajar menembak (shooting target ) di Perth, di sebuah sekolah paramiliter di mana jasa lulusannya banyak dipakai sebagai para contrador di Amerika Latin. Tiap hari kerjaannya adalah running, fitness dan shooting (di lain cerita saya urai).
Satu bulan berlalu, lab Max siap. Burner dipanaskan 950 derajat celcius lalu batuan dimasukkan. Dan benar, batu tersebut melayang, merah warnanya, lalu keluar di pnemumatic stainless pipe hasilnya CaO mutu tinggi. Dikasih air (H20) tak lama bubuk putih Ca (OH)2 tersedia, mutu 99 persen, impuritienya kecil sekali di bawah 1 persen. Kagum saya dengan inovasi alat ini. Pertanyaan selanjutnya, berapa biayanya? Ketika disebutkan angka oleh Max dan draft agreement oleh Max, cukup membuat saya mengerutkan dahi.
Pertaruhannya adalah, saya memerlukan tambahan dana investasi sehingga harus mencari funder, teknologi baru yang belum teruji di skala pabrik komersial. Di sisi lain, pembangunan pabrik sudah 60 persen tinggal menunggu tanur kiln ini. Menunda memutuskan biaya bunga ikut naik, biaya SDM ikut naik. Jadi teringat kata-kata Max dulu — “If you never throw the dice you will never have a six. Di dalam dunia perdaduan, angka enam adalah angka terbaik. Jadi untuk mendapatkan angka enam atau perolehan terbaik dadunya harus dilempar artinya harus dijalankan. Jadi , saya teken itu agreement, dan kerja, kerja, kerja, hope the best, dapat funding plus mesin jalan baik. # peace be upon us
Diehard (bersambung perlu ditanyakan)