Keep your family close, but keep
your enemy closer. Ini adalah status BB saya kemarin yang saya cuplik dari
perkataan boss mafia,
Don Corleone,
di film Godfather. Dan ternyata membuat banyak teman bertanya, kenapa harus ada
enemy?
Saya baru tersadarkan bahwa enemy
bisa memberi arti negatif. Namun sebenarnya ini berawal dari masalah bisnis, masalah
biasa. Dalam dunia bisnis “enemy” bisa datang dari kompetitor sejenis seperti
penjual martabak dengan penjual martabak, atau bisa juga dari kesamaan pemenuhan
kebutuhan walau bukan dari jenis yang sama, misalnya SMS mematikan kartu pos
dan bisnis kantor pos. Ini adalah contoh bisnis beda jenis namun memiliki
kesamaan dalam kebutuhan yaitu menyampaikan berita.
Enemy bisa juga karyawan yang oportunis, yang mencoba peruntungan
dengan membuat usaha sejenis, mengambil klien utama perusahaan, mengambil
karyawan perusahaan untuk ikut bersamanya. Banyak ragamnya dan tidak semua
salah karyawan atau salah perusahaan. Saya bahkan menganggap bahwa itu hal
biasa, hal normal. Semua benar. Karena itulah seninya berbisnis, seninya
beratraksi memainkan ketrampilan bisnis, keindahannya gerakan manuver keputusan
manajemen.
Adalagi enemy yang tidak kelihatan
langsung namun sangat telak pengaruhnya seperti peraturan pemerintah. Yang
terkadang menguntungkan kita namun tersering tanpa alasan yang kuat membuat
keputusan merugikan kita selaku pebisnis. Saya pernah alami ketika perusahaan
pembakaran kapur yang mana satu-satunya di Indonesia saat itu yaitu hi grade
Ca(OH)2 hydrated lime. Pemerintah mendadak menaikkan harga gas industri yang padahal
sudah tidak subsidi yang membuat pabrik saya harus tutup, tidak kuat menanggung
beban produksi.
Di tahun 1995-2001 saya membangun sebuah pabrik yang
memproduksi bahan dasar utama untuk industri pertambangan emas. Awalnya adalah
di mana saya kesal dengan ditutupnya
perusahaan saya yang oleh pemerintah dianggap mendahului masanya alias belum
ada aturannya. Investment banking di tahun 1990-an awal belum ada aturan baku dan departemen yang mengurusnya,
sehingga enam departemen pemerintah pernah mempertanyakan keabsahan legal
status perusahaan Megasindo, Departemen Perdagangan, Departemen Keuangan, Kejaksaan,
Bapepam, BI, Pajak, intinya bisnis harus menunggu peraturan di mana menurut saya peraturan dibuat
setelah dibutuhkan. Karena aturan tumbuh mengikuti perkembangan. Kalau dibalik
ya tidak akan berkembang ide anak bangsa.
Waktu setahun masa vakum tersebut
saya isi dengan dua hal, aktif bantu Toko Mirah Swalayan dan ambil kursus
Forensic & Intejen di Australia. Dan ketika di Perth saya berkesempatan mengujungi sebuah kota
kecil bernama Kargoorlie. Ini adalah kota kecil tempat latihan militer terutama
untuk sharp shooter atau sniper penembak tepat. Kota gersang panas 40 derajat celcius dan merupakan kota tambang. Salah
satunya tambang kapur. Mumpung di sana, kota hanya berpenduduk lima ribu orang, belajar budaya
lokal plus ilmu perkapuran. Dari sana saya tahu kegunaan utama hydrated lime
tersebut yaitu sebagai PH balance di ore tambang emas (ore : bijih emas yang baru dipisahkan dari
tanah jadi serpihan emas, red). Setiap gumpalan tanah yang mengandung emas akan
disiram kapur agar netral dan tidak lengket. Lalu karena berat jenisnya berbeda
maka emas akan memisahkan diri dari tanah. Ini penjelasan sederhana. Sehingga
hydrated lime Ca(OH)2 seakan menjadi bahan bakar tambang emas. Freeport impor
50.000 ton per tahunnya waktu itu karena tidak
ada produksi lokal (yang pada akhirnya Freeport buat sendiri sekarang).
Terinspirasi dengan kapur saya buat feasibility study detail sekali. Bayangkan
orang berlatar belakang applied psychology memaksa diri menjadi miner.
Pulang ke tanah air setelah tiga
bulan belajar dua ilmu baru. Namun yang tambang kapur tadi benar-benar mengisi seluruh kepala saya.
Langsung saya hunting lokasi, seluruh pulau Jawa saya sambangi. Namun secara
data teknis di daerah Klapa Nunggal Cileungsi yang paling ekonomis. Dari jarak
ke pelabuhan, siapnya infrasturktur, hingga faktor keamanan.
Langkah berikutnya, mencari dana,
funder, dan loan. Apa pun saya kerjakan. Lima puluh bank, lembaga pinjaman,
perusahaan jasa, hingga individu saya gedor satu-satu setiap hari selama satu tahun selama tahun 1995-1996. Namun
tak satu pun ada yang minat, kalau pun minat
tidak faham dunianya, dunia tambang atau dunia pabrikasi.
Sampailah list daftar saya harus
bertemu dengan Rizal Risjad. Ternyata dia lagi ada waktu. Dua jam saya diskusi
dan presentasi, secara jam terbang mungkin ini presentasi saya terbaik karena
sudah lebih dari lima puluh kali presentasi resmi. Sudah lebih seratus orang
saya bertemu dan berbicara, sehari minimum satu kali saya mempresentasikannya.
Ternyata, dia minat! Dan minat pun
nggak memberi uang namun hanya corporate guarantee. Waduh… nggak apa-apa deh. Saya ulangi lagi mendatangi
bank-bank, sekarang plus corporate guarantee PT.
Risjadson. Dan sekarang bank yang tertarik. Pastinya bukan karena bisnisnya namun lebih karena
kolateralnya.
Akhirnya pembiayanya Bank PDFCI.
Singkat cerita lima tahun berjalan hingga tahun 2000. Masalah mulai muncul… suatu pagi saya mendapat laporan
listrik mati, mati total. Kata pimpinan pabrik sudah berkali-kali hubungi PLN dan kata PLN tidak
ada masalah. Tapi tetap pabrik tidak ada listrik!
Saya buru-buru datang ke pabrik. Periksa sana sini tidak ditemukan masalah.
Lalu saya berfikir kalau hulunya PLN bilang gak ada masalah dan di hilir di
pabrik kita juga nggak ketemu masalah, pasti di tengahnya! Saya bilang ke
security pabrik, ikuti jalur kabel listrik. Listrik kita kabelnya besar bawah
tanah, cek sambungannya dan lain-lain. Setengah jam kemudian di handy
talky terdengar security melapor.
“Lapor, Pak… kabel sepanjang dua kilometer hilang, Pak! Dicuri!”
Wuaaduhh… gila nih maling! Ini perlu lima truk dan dua puluh orang yang
melakukannya! Dan mereka lakukan dalam satu malam!!!
Tanpa pikir panjang… beli genset!
Tiga bulan berlalu, rutin- rutin kegiatan tiba-tiba ada gempa kecil 5,5 skala
reichter. Namun membuat kiln crack (kiln : tanur pembakar/ burner, red), pecah semua batu tahan apinya. Dan
asuransi tidak ganti!!!!! Tidak ada di dalam
klausul-an. Pokoknya asuransi ngotot dan
kita ngotot merasa ditipu asuransi. Alasannya tidak ada preseden sejenis atau
yurisprudensi-nya… apalah istilah mereka, intinya tidak
mau bayar! Keraguan akan asuransi jadi naik karena ternyata asuransi cari
selamet juga dengan membuat posisi jadi abu-abu.
Ok, kita lanjut saja… equity call, modal tambahan keluar!
Cari pinjaman.
Karena alat-alat di pabrik Calsindo 80 persen impor dan jual ke
Freeport pakai dollar ke dollar maka loan pinjaman dalam dollar ke bank. Apa lacur, devaluasi
rupiah dari Rp 3.000 ke Rp 12.000! Yang jadi masalah ongkos produksi, bahan baku, dan
lain-lain 100
persen rupiah dan naik lima kali lipat ongkos-ongkos. Ongkos naik dan Freeport
tidak mau naik harga beli, kita tidak bisa menaikkan harga jual. Posisi terjepit di
tengah. Lalu karyawan minta penyesuaian gaji, baca : naik gaji. Wajar sekali. Tapi apa yang harus saya lakukan?!
Berusaha mencari pembeli lain.
Seluruh tambang emas akhirnya membeli dari kami, Kelian Equatorial Mining,
Newmont Sumbawa, Newmont Minahasa, Aneka Tambang. Impas-impas dagang yang penting roda
bisnis berputar.
Lalu bunga pinjaman bank naik dari
18 persen, ke 24 persen, ke 36 persen, ke 48 persen… gila bank benar-benar panik. Kita ditekan habis. Dagang tidak untung. Semua
kelibas bunga. Namun kreativitas jadi banyak, self defence mekanisme jalan. Hemat ongkos
produksi dengan mengerahkan tenaga lepas penduduk sekitar dibayar harian.
Ternyata bisa bertahan plus membantu masyarakat sekitar.
Masalah timbul lagi, pengiriman ke
Kelian via sungai Mahakam surut. Kapal kandas dan terguling. Asuransi ngak mau
bayar lagi!!! Alasan, barge- nya nggak
ada sideboard. Saya mengkelap marah. Mana ada di perjanjian awal harus pake
sideboard barge?! Kenapa begitu ada masalah hal kecil dipertanyakan. Kalau
curah boleh pake sideboard ini dipack di jumbo bag… nih asuransi mengada-ada aja. Ujung-ujungnya total lost!
Bulan berikutnya kita pakai
sideboard barge kirim ke Newmont Minahasa Batu Hijau. Kapal nggak bisa sandar
karena ombak besar dan barang tengelam kena ombak. Kembali asuransi tidak bayar
gara-gara usia barge di atas sepuluh tahun. Kami tidak tahu kalau itu syarat,
kenapa nggak dikasih tahu, ini pengiriman ke delapan. Ketika masalah terjadi baru diinfo. Ini bener-bener kayak dimainin. Saya
menganggap ketidaktelitian saya, plus kegoblokan saya. Daripada capek-capek menuduh asuransi bokis,
curang, mau selamet J (piiss temen-temen asuransi, ini kasus nyata).
Berbisnis impas, harus bayar bank… puncaknya, gas bahan bakar kiln dinaikkan
pemerintah dalam tiga tahun 200 persen. Dan ini faktor terbesar di dalam usaha,
hingga 30 persen dari ongkos produksi yang mengakibatkan harga jual harus naik
100 persen. Dan pembeli… menolak
mentah-mentah
kanaikan harga tersebut, lebih baik import dari Australia. Harga lebih murah
jadinya. Perfect!!!! Ini pemerintah sudah ajaib deh , pemerintah jadi enemy di
bisnis! Saya tidak kuat lagi. Saya hentikan operasi pabrik. Karyawan
dirumahkan, masyarakat dihentikan kerjanya. Semua kecewa namun semua mengerti.
Hidup harus terus bergulir.
Lalu Bank PDFCI masuk BPPN. Dan BPPN
minta kita bayar semua kewajiban. Saya declare bangkrut di Pengadilan Negeri
Cibinong. Habis perkara sudah! Tak lama setelah declare bangkrut saya sibuk di
pusat kota, mencari pembeli, menjual pabrik untuk membayar hutang bank (padahal
dalam hati : kalau bank mengerti ini bisnis satu- satunya di Indonesia dan
dibutuhkan dunia industri harusnya dipertahankan bukan suruh bayar dan jual
paksa, dan saya tahu mereka ingin dapat duit cepat).
Inilah yang dalam bisnis saya sebut
dengan “enemy”. Jadi saya setuju dengan perkataan di awal, keep enemy closer… jadi saya selalu awas.