Rabu, 28 Oktober 2015

KEEP YOUR ENEMY CLOSER




Keep your family close, but keep your enemy closer. Ini adalah status BB saya kemarin yang saya cuplik dari perkataan boss mafia, Don Corleone, di film Godfather. Dan ternyata membuat banyak teman bertanya, kenapa harus ada enemy?
Saya baru tersadarkan bahwa enemy bisa memberi arti negatif. Namun sebenarnya ini berawal dari masalah bisnis, masalah biasa. Dalam dunia bisnis “enemy” bisa datang dari kompetitor sejenis seperti penjual martabak dengan penjual martabak, atau bisa juga dari kesamaan pemenuhan kebutuhan walau bukan dari jenis yang sama, misalnya SMS mematikan kartu pos dan bisnis kantor pos. Ini adalah contoh bisnis beda jenis namun memiliki kesamaan dalam kebutuhan yaitu menyampaikan berita.
Enemy bisa juga karyawan yang oportunis, yang mencoba peruntungan dengan membuat usaha sejenis, mengambil klien utama perusahaan, mengambil karyawan perusahaan untuk ikut bersamanya. Banyak ragamnya dan tidak semua salah karyawan atau salah perusahaan. Saya bahkan menganggap bahwa itu hal biasa, hal normal. Semua benar. Karena itulah seninya berbisnis, seninya beratraksi memainkan ketrampilan bisnis, keindahannya gerakan manuver keputusan manajemen.
Adalagi enemy yang tidak kelihatan langsung namun sangat telak pengaruhnya seperti peraturan pemerintah. Yang terkadang menguntungkan kita namun tersering tanpa alasan yang kuat membuat keputusan merugikan kita selaku pebisnis. Saya pernah alami ketika perusahaan pembakaran kapur yang mana satu-satunya di Indonesia saat itu yaitu hi grade Ca(OH)2 hydrated lime. Pemerintah mendadak menaikkan harga gas industri yang padahal sudah tidak subsidi yang membuat pabrik saya harus tutup, tidak kuat menanggung beban produksi.
Di tahun 1995-2001 saya membangun sebuah pabrik yang memproduksi bahan dasar utama untuk industri pertambangan emas. Awalnya adalah di mana saya kesal dengan ditutupnya perusahaan saya yang oleh pemerintah dianggap mendahului masanya alias belum ada aturannya. Investment banking di tahun 1990-an awal belum ada aturan baku dan departemen yang mengurusnya, sehingga enam departemen pemerintah pernah mempertanyakan keabsahan legal status perusahaan Megasindo, Departemen Perdagangan, Departemen Keuangan, Kejaksaan, Bapepam, BI, Pajak, intinya bisnis harus menunggu peraturan di mana menurut saya peraturan dibuat setelah dibutuhkan. Karena aturan tumbuh mengikuti perkembangan. Kalau dibalik ya tidak akan berkembang ide anak bangsa.
Waktu setahun masa vakum tersebut saya isi dengan dua hal, aktif bantu Toko Mirah Swalayan dan ambil kursus Forensic & Intejen di Australia. Dan ketika di Perth saya berkesempatan mengujungi sebuah kota kecil bernama Kargoorlie. Ini adalah kota kecil tempat latihan militer terutama untuk sharp shooter atau sniper penembak tepat. Kota gersang panas 40 derajat celcius dan merupakan kota tambang. Salah satunya tambang kapur. Mumpung di sana, kota hanya berpenduduk lima ribu orang, belajar budaya lokal plus ilmu perkapuran. Dari sana saya tahu kegunaan utama hydrated lime tersebut yaitu sebagai PH balance di ore tambang emas (ore : bijih emas yang baru dipisahkan dari tanah jadi serpihan emas, red). Setiap gumpalan tanah yang mengandung emas akan disiram kapur agar netral dan tidak lengket. Lalu karena berat jenisnya berbeda maka emas akan memisahkan diri dari tanah. Ini penjelasan sederhana. Sehingga hydrated lime Ca(OH)2 seakan menjadi bahan bakar tambang emas. Freeport impor 50.000 ton per tahunnya waktu itu karena tidak ada produksi lokal (yang pada akhirnya Freeport buat sendiri sekarang). Terinspirasi dengan kapur saya buat feasibility study detail sekali. Bayangkan orang berlatar belakang applied psychology memaksa diri menjadi miner.
Pulang ke tanah air setelah tiga bulan belajar dua ilmu baru. Namun yang tambang kapur tadi benar-benar mengisi seluruh kepala saya. Langsung saya hunting lokasi, seluruh pulau Jawa saya sambangi. Namun secara data teknis di daerah Klapa Nunggal Cileungsi yang paling ekonomis. Dari jarak ke pelabuhan, siapnya infrasturktur, hingga faktor keamanan.
Langkah berikutnya, mencari dana, funder, dan loan. Apa pun saya kerjakan. Lima puluh bank, lembaga pinjaman, perusahaan jasa, hingga individu saya gedor satu-satu setiap hari selama satu tahun selama tahun 1995-1996. Namun tak satu pun ada yang minat, kalau pun minat tidak faham dunianya, dunia tambang atau dunia pabrikasi.
Sampailah list daftar saya harus bertemu dengan Rizal Risjad. Ternyata dia lagi ada waktu. Dua jam saya diskusi dan presentasi, secara jam terbang mungkin ini presentasi saya terbaik karena sudah lebih dari lima puluh kali presentasi resmi. Sudah lebih seratus orang saya bertemu dan berbicara, sehari minimum satu kali saya mempresentasikannya. Ternyata, dia minat! Dan minat pun nggak memberi uang namun hanya corporate guarantee. Waduh… nggak apa-apa deh. Saya ulangi lagi mendatangi bank-bank, sekarang plus corporate guarantee PT. Risjadson. Dan sekarang bank yang tertarik. Pastinya bukan karena bisnisnya namun lebih karena kolateralnya.
Akhirnya pembiayanya Bank PDFCI. Singkat cerita lima tahun berjalan hingga tahun 2000. Masalah mulai muncul… suatu pagi saya mendapat laporan listrik mati, mati total. Kata pimpinan pabrik sudah berkali-kali hubungi PLN dan kata PLN tidak ada masalah. Tapi tetap pabrik tidak ada listrik!
Saya buru-buru datang ke pabrik. Periksa sana sini tidak ditemukan masalah. Lalu saya berfikir kalau hulunya PLN bilang gak ada masalah dan di hilir di pabrik kita juga nggak ketemu masalah, pasti di tengahnya! Saya bilang ke security pabrik, ikuti jalur kabel listrik. Listrik kita kabelnya besar bawah tanah, cek sambungannya dan lain-lain. Setengah jam kemudian di handy talky terdengar security melapor.
“Lapor, Pak… kabel sepanjang dua kilometer hilang, Pak! Dicuri!”
Wuaaduhh… gila nih maling! Ini perlu lima truk dan dua puluh orang yang melakukannya! Dan mereka lakukan dalam satu malam!!!
Tanpa pikir panjang… beli genset!
Tiga bulan berlalu, rutin- rutin kegiatan tiba-tiba ada gempa kecil 5,5 skala reichter. Namun membuat kiln crack (kiln : tanur pembakar/ burner, red), pecah semua batu tahan apinya. Dan asuransi tidak ganti!!!!! Tidak ada di dalam klausul-an. Pokoknya asuransi ngotot dan kita ngotot merasa ditipu asuransi. Alasannya tidak ada preseden sejenis atau yurisprudensi-nya… apalah istilah mereka, intinya tidak mau bayar! Keraguan akan asuransi jadi naik karena ternyata asuransi cari selamet juga dengan membuat posisi jadi abu-abu.
Ok, kita lanjut saja… equity call, modal tambahan keluar! Cari pinjaman.
Karena alat-alat di pabrik Calsindo 80 persen impor dan jual ke Freeport pakai dollar ke dollar maka loan pinjaman dalam dollar ke bank. Apa lacur, devaluasi rupiah dari Rp 3.000 ke Rp 12.000! Yang jadi masalah ongkos produksi, bahan baku, dan lain-lain 100 persen rupiah dan naik lima kali lipat ongkos-ongkos. Ongkos naik dan Freeport tidak mau naik harga beli, kita tidak bisa menaikkan harga jual. Posisi terjepit di tengah. Lalu karyawan minta penyesuaian gaji, baca : naik gaji. Wajar sekali. Tapi apa yang harus saya lakukan?!
Berusaha mencari pembeli lain. Seluruh tambang emas akhirnya membeli dari kami, Kelian Equatorial Mining, Newmont Sumbawa, Newmont Minahasa, Aneka Tambang. Impas-impas dagang yang penting roda bisnis berputar.
Lalu bunga pinjaman bank naik dari 18 persen, ke 24 persen, ke 36 persen, ke 48 persen gila bank benar-benar panik. Kita ditekan habis. Dagang tidak untung. Semua kelibas bunga. Namun kreativitas jadi banyak, self defence mekanisme jalan. Hemat ongkos produksi dengan mengerahkan tenaga lepas penduduk sekitar dibayar harian. Ternyata bisa bertahan plus membantu masyarakat sekitar.
Masalah timbul lagi, pengiriman ke Kelian via sungai Mahakam surut. Kapal kandas dan terguling. Asuransi ngak mau bayar lagi!!! Alasan, barge- nya nggak ada sideboard. Saya mengkelap marah. Mana ada di perjanjian awal harus pake sideboard barge?! Kenapa begitu ada masalah hal kecil dipertanyakan. Kalau curah boleh pake sideboard ini dipack di jumbo bag… nih asuransi mengada-ada aja. Ujung-ujungnya total lost!
Bulan berikutnya kita pakai sideboard barge kirim ke Newmont Minahasa Batu Hijau. Kapal nggak bisa sandar karena ombak besar dan barang tengelam kena ombak. Kembali asuransi tidak bayar gara-gara usia barge di atas sepuluh tahun. Kami tidak tahu kalau itu syarat, kenapa nggak dikasih tahu, ini pengiriman ke delapan. Ketika masalah terjadi baru diinfo. Ini bener-bener kayak dimainin. Saya menganggap ketidaktelitian saya, plus kegoblokan saya. Daripada capek-capek menuduh asuransi bokis, curang, mau selamet J (piiss temen-temen asuransi, ini kasus nyata).
Berbisnis impas, harus bayar bank… puncaknya, gas bahan bakar kiln dinaikkan pemerintah dalam tiga tahun 200 persen. Dan ini faktor terbesar di dalam usaha, hingga 30 persen dari ongkos produksi yang mengakibatkan harga jual harus naik 100 persen. Dan pembeli… menolak mentah-mentah kanaikan harga tersebut, lebih baik import dari Australia. Harga lebih murah jadinya. Perfect!!!! Ini pemerintah sudah ajaib deh , pemerintah jadi enemy di bisnis! Saya tidak kuat lagi. Saya hentikan operasi pabrik. Karyawan dirumahkan, masyarakat dihentikan kerjanya. Semua kecewa namun semua mengerti. Hidup harus terus bergulir.
Lalu Bank PDFCI masuk BPPN. Dan BPPN minta kita bayar semua kewajiban. Saya declare bangkrut di Pengadilan Negeri Cibinong. Habis perkara sudah! Tak lama setelah declare bangkrut saya sibuk di pusat kota, mencari pembeli, menjual pabrik untuk membayar hutang bank (padahal dalam hati : kalau bank mengerti ini bisnis satu- satunya di Indonesia dan dibutuhkan dunia industri harusnya dipertahankan bukan suruh bayar dan jual paksa, dan saya tahu mereka ingin dapat duit cepat).
Inilah yang dalam bisnis saya sebut dengan “enemy”. Jadi saya setuju dengan perkataan di awal, keep enemy closer… jadi saya selalu awas.