Rabu, 28 Oktober 2015

KEADILAN DAGANG UNTUK PENJAGA NEGERI


Pagi, Mas, bisa merapat ke kantor besok?! Full team ya, bagian finance, bagian legal, dan lain-lain”. Itu sms pesan dari pengurus baru Koperasi Angkatan Darat minggu lalu, hari Rabu.
Sebagai seorang anak kolong, ayah saya pensiunan Angkatan Udara. Kakek dari pihak ibu adalah juga tentara yang walau berpangkat rendahan namun memiliki bintang gerilya sehingga dimakamkan di Kalibata, ada empat paman yang juga di dunia ketentaraan nasional. Mertua juga tentara. Selama lebih dari sepuluh tahun terakhir, saya rutin mengajar di lembaga negara kemiliteran khususnya keilmuan intelegen. Hal nilah yang membuat saya menjadi sangat dekat dengan dunia militer.
Terlepas dari banyaknya fihak yang tidak menyukai keaktifan militer karena kerepresifannya atau tindakan kekerasan yang sering dilakukan, namun terkadang demi NKRI saya sangat memahami. Tentara di perbatasan, di daerah rawan konflik, di daerah terpencil, di daerah dengan sarana terbatas, banyak tentara yang berbakti dengan hati tulus tanpa pandang bulu bahwa dirinya tidak dihargai orang pusat atau mereka-mereka yang tidak pernah sekali pun melihat apa yang tentara kerjakan namun menghujat.
Cara memandang banyak pihak yang sinis saya pun mengerti. Namun kalau ada pihak yang menggembosi militer itu saya sangat tidak bisa mengerti. Militer itu penting keberadaannya. Militer Indonesia pernah menjadi kekuatan yang paling ditakuti di wilayah Asia. Setidaknya terakhir di jaman Pak Harto derajat tersebut masih dipandang. Namun embargo sepuluh tahun oleh Amerika atas alat perang, tekanan asing dengan berbagai cara termasuk pencitraan akan kesan militer yang aggressor dan represif terus didengungkan dan puncaknya adalah pemandulan kefungsian militer dan diambil alih oleh kepolisian, hal ini semua menjadikan tentara kembali ke barak dan memiliki gerak terbatas, dan seakan menjadi anak tiri.
Padahal untuk menjadi kekuatan ekonomi maka kekuatan militer dan keamanan harus sejajar. Moto ribuan tahun yang diucapkan panglima perang Julius Caesar yang menyatakan “Jika Anda ingin perdamaian bersiaplah untuk perang” adalah pernyataan seorang yang berpengalaman mengelola negara besar. Romawi disebut second reich atau kerajaan besar kedua karena pernah menguasi sepertiga dunia.
Di sisi lain, pujangga nusantara Ronggowarsito menuliskan, “tata tentrem kerto raharjo”. Kalau menginginkan kerto raharjo atau kesejahteraan, maka kita harus “tentrem” harus damai, harus tentram, harus aman, dan untuk tentrem tersebut kata Ronggowarsito kita harus “tata” harus diatur, harus ditata, harus manage. Singkatnya tanpa di-“tata” tanpa rasa “tentram” tidak mungkin kita kerto raharjo atau sejahtera, yang nantinya membuat gemah ripah lohjinawi ijo royo-royo, berkelimpahan, makmur, sehingga bisa menata semesta ijo royo-royo.
Kembali ke sms di atas. Kamis saya dan team hadir di ruang pertemuan di Slipi. Pertemuan yang santai informal dan tidak terlalu formal dihadiri oleh banyak perwira menengah dan beberapa pati. Ini adalah pertemuan untuk mereka mendapatkan masukan dari banyak segi, dan kali ini yang dibicarakan adalah aset TNI yang mendadak berkurang.
TNI tidak boleh berbisnis adalah benar dan rekan-rekan militer setujui. Namun hilangnya aset produktif membuat mereka menjadi sangat terbatas. Sudah tidak berbisnis mereka tidak berdana. Mereka menceritakan banyaknya aset berupa tanah , bangunan yang hilang karena bermitra dengan pihak swasta lalu entah bagaimana caranya pat gulipat tahu-tahu seluruh aset pindah tangan, hilang dari aset TNI.
Tujuan mereka rekan-rekan TNI mereview aset tersebut adalah sederhana, mereka ingin semua prajurit memiliki tempat tinggal yang layak, yang wajar, bisa untuk membangun keluarga mendidik anak. Sehingga mereka bisa membaktikan dirinya membela kedaulatan NKRI, lebih fokus, lebih semangat. Namun dengan hilangnya aset tersebut membuat semua menjadi sulit.
Ini cerita mereka, “Mas Wowiek, tahu Hotel Kartika Plasa di dekat HI, di Jalan Tanjung Karang?” seorang perwira berpangkat kolonel mencoba menerangkan karena melihat saya berfikir keras mengingat di mana hotel itu.
Itu lho yang di pojokan, yang sekarang jadi gedung tinggi UOB apa kalo nggak salah ada tulisannya.
Iya, saya tahu... emang dulu hotel? saya bertanya, kayaknya mulai keinget gambaran hotel tua di pojokan.
Iya, benar, Mas. Dan sekarang lenyap dari aset TNI. Entah diruislag, entah ditipu, entah apalah namanya, intinya hilang aja.
Kok bisa ya? saya heran.
Kita juga memliki beberapa aset di Bali. Dari 100 persen ownership, tahu-tahu ada yang tinggal 40 persen, ada yang tinggal 1 persen. Begitu bermitra swasta di awal masih 100 persen, di tahun ke-15 tinggal 20 persen. Itulah fakta, Mas. Nih saya beri data kesimpulan dari kerja rekan-rekan selama tiga bulan. Ada aset di Bali enam lahan, di tengah Kuta, di tengah Denpasar. Ada yang 2 ha, jadi 30 ruko, tiap tahun kami hanya mendapat bagi hasil 80 juta rupiah saja. Bayangkan! Kok bisa perjanjiannya begini ya? Ini apa pejabat kita dikadalin atau kami ini tentara bodoh, atau pimpinan dulu?”
“Di Malang ada stadion hampir dibuat mall sama seorang pengusaha. Dan banyak aset di Malang tahu-tahu berubah jadi ruko dan hilang di pembukuan. Di Jakarta jangan tanya lagi, Mas,” seorang perwira yang pernah menjabat di Jatim dan Bali tersebut menguraikan banyak hal lebih rinci lagi.
Bahkan hampir di semua daerah, dan semuanya berada di daerah komersial bisnis distrik yang menguntungkan. Di Bandung banyak FO aset tentara, Dago Plaza, dan lain-lain, semua sekarang sedang direview. Di Bali seperti Discovery Mall, Hotel Kartika Plasa, Mercure Hotel samping Hard Rock dan lain-lain semua sedang direview. Nah tujuan team Mas kami panggil adalah kami ingin mendapat masukan agar bagaimana isi perjanjian dan bagaimana seharusnya TNI mendapatkan kembali haknya,” lalu kami diberikan ringkasan perjanjian yang tentunya nama pejabat dan mitra swastanya sudah ditutup.
Fokusnya adalah pada perjanjian dagangnya, pimpinan pengembangan usaha inkop (induk koperasi) berkata.
Satu jam saya pribadi bisa menyimpulkan apa yang terjadi di dalam perjanjian tersebut. Dan tentunya tidak boleh dipublikasi karena bukan konsumsi publik. Namun ke depan saya yakin semua akan dibenahi. Niat TNI baik jangan sampai pihak yang merugikan TNI ini merasa akan dirugikan, namun TNI hanya meminta keadilan dagangnya. Karena satu tujuan utama, prajurit harus memiliki sarana rumah yang layak, sarana kesehatan yang layak, sarana pendidikan keluarga yang layak. Saat ini ada 300 ribu tentara yang harus diberikan sarana tersebut. Yang sebenarnya semuanya mungkin dan bisa dilakukan. Namun yang utama, hal-hal yang merugikan harus ditiadakan terlebih dahulu