“Bro,
saya gak ngerti sama cewek... istri
saya contohnya,” pagi ini saya curhat sama sahabat saya Nanan, di kantor nya di bilangan SCBD . Dia
seorang pria yang memiliki tiga anak, penampilannya masih kayak anak tiga puluh-an padahal anaknya yang paling tua sudah
menginjak bangku kuliah. Perjalanan hidupnnya yang pernah menjelajah separoh
dunia serta temanya yang seabrek membuat dia jadi panutan teman curhat saya.
Bahkan kalau saya mencari data tentang Al Quran, Nanan yang saya telepon. Dia hafal setengah kitab suci
itu.
“Eemmm… kenapa lagi? Cewek gak usah dianalisa,” komentarnya
santai.
“Cewek
itu gak
ngerti cowok kali ya?! Gak ngerti kalo kita senang dimanja… gak ngerti kalau kita senang diperhatikan,” saya
menggerundel sambil memanyunkan bibir tanda sebal.
“Bayangin, waktu di Bali kemarin, saya lagi
pengen dimanjaaa banget, pengen gelayutan di
ayunan,
gelendotan, berangin-angin di pantai. Eh, istri saya bilang saya kayak
anak-anak. ‘Ayah,
khan kita udah nikah, jangan kayak anak kecil lagi donk! Masak ayunan sih?!’
Wah saya sebel digituin.”
Saya
bilang, “Bunda, ayah khan lagi pengen manja-manja bukan dibuat-buat, ayah manja
cuma sama bunda. Lalu
ayah harus bermanja sama siapa lagi coba kalau bukan sama bunda... Terus
dia bilang gini, ‘Iya
deh! Buat
ayah apa yang enggak…’
Tapi
cara dia bicaranya itu lho menunjukkan
dia terpaksa, saya
khan jadi kesel.”
“Eehhh… jebol tuh sofa, badan
dibanting-banting,”
kata Nanan
waktu saya membanting badan duduk di sofa kantornya di Equity Tower.
“Begini,” dengan nada suara yang kalem Nanan menasehati, “mau tahu
perbedaan cowok
sama cewek? Wanita
itu senang dengan pria yang maskulin, yang mengayomi. Kalau melihat pria
gelendotan dan wanita disuruh ndorong ayunan, itu kayak merendahkan. Paham gak
kamu?”
Saya
setengah paham, saya mencoba cerna kata-kata Nanan. Lama saya terdiam, kemudian
suara medok Jawa-nya Nanan menggema “Emang jam berapa kamu main ayunan
sama istri kamu?”
“Jam dua siang, bro
!” jawab saya cepat.
“JAGAD
DEWA BRATA!!! Terang aja istrimu blingsatan. JAM DUA SIANG, huahahahaha, puanas-puannas
disuruh ngayun ayunan… huahahha…”, Nanan tertawa terbahak-bahak.
Saya
terbengong. Salah
ya saya?!