Rabu, 28 Oktober 2015

TAK HARUS BERBISNIS UNTUK JADI KAYA



Siapa bilang mau kaya harus berbisnis ? Siapa bilang sukses itu mudah, kerja pintar, tanpa modal, tanpa kerja keras ? Garansi, yang berbicara kaya harus berbisnis, sukses itu mudah, tanpa kerja keras, tanpa modal, kerja pintar, adalah seorang pembelajar yang baik, bukan pelaku yang menjalankan roda ekonomi. Yakinlah, yang membicarakan hal itu pasti seorang yang bertujuan baik. Namun bagi saya niat baik tersebut bisa membuat manusia lain misleading — salah arah — menjadi hal yang harus diluaskan supaya lebih benar, bukan hanya jargon.
Saya tahu sekali niatnya memotivasi semua orang, niatnya supaya membuat orang tidak patah semangat dengan kondisi saat ini. Paham sekali bahwa banyak pemutar roda ekonomi saat ini banyak datang dari kalangan yang memiliki sedikit pendidikan sekolah, memiliki sedikit modal bahkan tanpa modal sehingga membuat posisi sama, tanpa modal, tanpa usaha keras — yaitu kerja pintar —, adalah pendekatan mirroring saja. Agar satu rasa. Kemudian disamakan lagi kisah orang-orang sukses yang tak bermodal, tak berpendidikan tinggi di dunia. Tujuannya sama, supaya termotivasi, supaya semangat. Dan ini tidak salah, ini benar. Saya setuju sekali.
Siapa pun yang mengatakan hal tersebut sebaiknya menjelaskan lebih luas lagi. Yang disebut, misalnya, berbisnis property tanpa modal?! Sebaiknya menerangkan Anda itu broker property atau pebisnis property? Kalau broker memang modal duitnya sedikit, tanah orang, asset orang kok, kita hanya menjualkan, hanya memasarkan. Dapat fee adalah keuntungan jasa kita. Kalau pebisnis property, belum jualan, belum berbisnis, bayar izin-izin saja sudah keluar duit. Ada HO — undang-undang gangguan —, ada AMDAL dampak lingkungan, ada IMB, dan lain-lain. Lalu berbisnis property tanpa modal itu di mananya? Sebaiknya Anda tidak menulis hal yang membuat salah pengertian atau misleading. Bilang saja bagaimana menjadi sales property yang baik. Bagaimana melipatgandakan sales property Anda. Itu lebih jujur, itu menurut saya lho...
Ada juga yang menyatakan kerja pintar dan ini biasanya adalah pemain bisnis jaringan. Dan sekali lagi ini bukan hal yang salah. Benar kerja pintar, karena kerja Anda hanya jualan produk tok. Anda tidak perlu memikirkan gudang, tidak perlu memikirkan distribusi, tidak perlu memikirkan tentang administrasi, tidak perlu memikirkan izin-izin, tidak perlu susah-susah menciptakan merek dagang dan lain sebagainya. Anda hanya perlu membangun sales team, berjualan dan memotivasi, titik. Itu memang kerja pintar, Anda hanya mengerjakan 30 persen dari sisi bisnis, namun jangan para leader tersebut mengatakan ber-MLM itu berbisnis. Itu salesmanship strategi, itu bagian dari bisnis, itu belum berbisnis penuh. Kalau Anda pemilik bisnis jaringan tersebut baru Anda menyebut diri sebagai pebisnis.
Ada juga yang mengatakan Bill Gates tidak menyelesaikan sekolahnya. Atau Liem Swie Liong tak sekolah atau banyak pengusaha yang tidak bersekolah formal sehingga tidak penting berpendidikan untuk berbisnis. Hal ini saya juga tidak menentangnya. Bisnis memang open source, memang pintu terbuka. Mau orang itu tak berpendidikan, tak beragama, tak bermoral, kejam, atau baik hati, atau usaha jenis apa pun Anda bisa sukses. Bisnis sukses tidak bisa diklaim sebagai hanya tempat orang tak berpendidikan, itu tempat semua orang dengan berlatar ras apa pun, agama apa pun, berilmu apa pun.
Bagi saya — maaf ini hanya pendapat pribadi — benarlah banyak orang tersebut tidak berpendidikan formal namun kalau Anda berada di dekat mereka akan terasa bahwa ilmu mereka tinggi sekali. Mereka sangat berilmu. Dalam menuntut ilmu memang tidak diperlukan sekolah formal. Selama Anda bisa belajar, bisa berilmu maka sekolah formal hanya pelengkap. Seorang Ciputra sejak lahir sudah melihat timbangan terigu dan telor di matanya tatkala orang tuanya berdagang. Dari bayi dia sudah mengenal tawar-menawar, berjualan, menentukan harga, melayani pelanggan walau skala warung dan ini sebuah keilmuan yang dipelajari melalaui pengalaman jalan hidup. Siapa yang bisa lawan keilmuan dagang itu ? Mau makan sekolah sampai S3 di perguruan ternama juga nggak diajari hal itu. Terus sewaktu dia berbisnis di usia dua puluh tahun-an sebenarnya dia sudah memiliki ilmu dagang sebagai platform pola dalam pikirannya.
Jadi berbisnis adalah sebuah matrik yang rumit. Matrik yang seharusnya tidak dipikirkan tetapi dijalankan. Berbisnis Anda harus memiliki komitmen. Memiliki ide yang terlatih. Bahkan sahabat saya mengatakan sekreatif apa pun ide Anda kalau tidak laku dijual maka Anda tidak kreatif. Kesimpulannya, Anda harus dipercaya. Kalau kepercayaan orang terhadap Anda sangat tinggi, apa pun yang Anda berikan, bahkan menurut orang lain ide Anda jelek atau produk Anda buruk namun orang percaya Anda, maka Anda tetap dibeli.
Lalu benarkah tak perlu kerja keras? Saya meneliti dalam akan hal ini dan saya percaya semua orang kaya atau orang sukses adalah pekerja keras. Namun mereka bukan saja pekerja keras namun orang yang tahu memanfaatkan waktu. Mereka berkerja keras iya, namun begitu mereka liburan mereka benar-benar lepas. Menikmati, enjoy. Mereka pandai membagi waktu antara kerja, di rumah dan sosial. Kata-kata work hard play hard bukan sekedar jargon. Mereka melakukannya secara harfiah. Perilaku kerja yang pintar membagi waktu tadi itulah sesungguhnya yang disebut kerja pintar.
Kalau mereka diinfokan hanya main golf, datang siang, sistem bekerja untuk mereka karena sudah ada para direktur yang mengerjakan. Itu adalah produk tahunan kerja keras mereka. Ibaratnya kita menanam mangga, setelah empat tahun panen dan terus menghasilkan selama 25 tahun. Kalau dilihat di tahun kesepuluh ya kita akan melihat seseorang yang santai. Namun kalau Anda melihat empat tahun pertamanya mungkin Anda akan menilai lain, sebagai seorang workohlic penggila kerja.
Ada satu lagi, apakah untuk kaya atau sukses harus berbisnis. Nah hal ini saya sedikit berlawanan dengan banyak orang. Saya percaya untuk kaya atau sukses Anda tidak perlu berbisnis. Dengan kalimat lain, untuk kaya ada ribuan cara dan gaya berbisnis hanya salah satunya saja. Mau Anda berlatar belakang office boy, pedagang kali lima, pensiunan olahragawan, TNI, guru, tukang las, ibu rumah tangga, Pak Ogah sekalipun, sukses atau kaya adalah masalah perilaku atau attitude. Kaya atau sukses adalah produk sampingan dari sebuah perilaku kaya.
Menabung contoh perilaku orang sukses, berinvestasi adalah perilaku orang sukses, dipercaya banyak orang adalah perilaku orang sukses, dan banyak lagi perilaku pribadi sukses dan ini bukan hak prerogative pebisnis. Anda menjadi good follower adalah prilaku pribadi sukses. Anda seorang good listener — pendengar yang baik — adalah pribadi sukses. Anda seorang pegawai harus memiliki perilaku ini untuk sukses. Anda seorang putus sekolah juga bisa sukses. Selama memiliki pribadi ini.
Anda tidak perlu membangun perusahaan blue chip repot-repot. Anda bisa mempelajari dengan seksama di board pasar saham. Lalu belilah dalam jangka panjang. Dan Anda sudah merupakan share holder perusahaan tersebut walaupun minoritas. Namun tetap Anda adalah pemilik sebagian saham perusahan tersebut. Misalnya Anda tahu di masa sekarang bisnis retail akan naik melihat net income perkapita Indoensia sudah di atas 3500 USD. Jadi beli saham Unilever, simpan lima tahun garansi kenaikannya pasti. Itu menabung, itu investasi. Bahkan sahabat-sahabat istri saya dan kelompoknya memiliki kebiasaan aneh setidaknya menurut saya. Tiap bulan arisan. Yah, namanya ibu-ibu. Namun ada yang aneh di kelompok ini. Setiap arisan isinya adalah perdebatan data dan informasi saham apa yang akan mereka beli di bulan ini. Lalu siapa pemengannya yang akan ambil uang itu di tahun depan. Misalnya masing-masing setor Rp 1.000.000 tiap bulan. Ada dua belas peserta. Jadi setiap bulan ada saham dibeli senilai Rp 12.000.000 yang akan dicairkan satu tahun setelah diinvest. Misalnya dari hasil kocokan ibu A yang dapat bulan ini dibelikan saham kelapa sawit Astra Argo Lestari. Lalu bulan depan Rp 12.000.000 diinvest ke saham Trada Marine Cargo. Itu setelah berdua belas berdebat dan berdiskusi. Kalau denger ceritanya seru juga sih, saya yang dulu-dulu merasa arisan hal socialite perilaku social semata menjadi melihat arisan dari sisi menarik sekarang. Semoga tulisan ini bisa menjadi tambahan wacana.