Siapa bilang mau kaya harus berbisnis ?
Siapa bilang sukses itu mudah, kerja pintar, tanpa modal, tanpa kerja keras ? Garansi, yang berbicara kaya harus berbisnis, sukses
itu mudah, tanpa kerja keras, tanpa modal, kerja pintar, adalah seorang
pembelajar yang baik, bukan pelaku yang menjalankan roda ekonomi. Yakinlah,
yang membicarakan hal itu pasti seorang yang bertujuan baik. Namun bagi saya niat baik tersebut bisa membuat
manusia lain misleading — salah arah — menjadi hal yang harus diluaskan supaya
lebih benar, bukan hanya jargon.
Saya tahu sekali niatnya memotivasi
semua orang, niatnya supaya membuat orang tidak patah semangat dengan kondisi
saat ini. Paham sekali bahwa banyak pemutar roda ekonomi saat ini banyak datang
dari kalangan yang memiliki sedikit pendidikan sekolah, memiliki sedikit modal
bahkan tanpa modal sehingga membuat posisi sama, tanpa modal, tanpa usaha keras
— yaitu kerja pintar —, adalah pendekatan mirroring saja. Agar satu rasa.
Kemudian disamakan lagi kisah orang-orang sukses yang tak bermodal, tak
berpendidikan tinggi di dunia. Tujuannya sama, supaya termotivasi, supaya
semangat. Dan ini tidak salah, ini benar. Saya setuju sekali.
Siapa pun yang mengatakan hal tersebut sebaiknya
menjelaskan lebih luas lagi. Yang disebut, misalnya, berbisnis property tanpa
modal?! Sebaiknya menerangkan Anda itu broker property atau pebisnis property? Kalau broker memang modal duitnya
sedikit, tanah orang, asset orang kok, kita hanya menjualkan, hanya memasarkan.
Dapat fee adalah keuntungan jasa kita. Kalau pebisnis property, belum jualan,
belum berbisnis, bayar izin-izin saja sudah keluar duit. Ada HO — undang-undang
gangguan —, ada AMDAL
dampak lingkungan, ada IMB, dan lain-lain.
Lalu berbisnis property tanpa modal itu di mananya? Sebaiknya Anda tidak menulis hal yang
membuat salah pengertian atau misleading. Bilang saja bagaimana menjadi sales
property yang baik. Bagaimana melipatgandakan sales property Anda. Itu lebih
jujur, itu menurut saya lho...
Ada juga yang menyatakan kerja
pintar dan ini biasanya adalah pemain bisnis jaringan. Dan sekali lagi ini
bukan hal yang salah. Benar kerja pintar, karena kerja Anda hanya jualan produk
tok. Anda tidak perlu memikirkan gudang, tidak perlu memikirkan distribusi, tidak perlu
memikirkan tentang administrasi, tidak perlu memikirkan izin-izin, tidak perlu
susah-susah menciptakan merek dagang dan lain sebagainya. Anda hanya perlu
membangun sales team, berjualan dan memotivasi, titik. Itu memang kerja pintar,
Anda hanya mengerjakan 30 persen
dari sisi bisnis, namun jangan para leader tersebut mengatakan ber-MLM itu
berbisnis. Itu salesmanship strategi, itu bagian dari bisnis, itu belum
berbisnis penuh. Kalau Anda pemilik bisnis jaringan tersebut baru Anda menyebut
diri sebagai pebisnis.
Ada juga yang mengatakan Bill Gates
tidak menyelesaikan sekolahnya. Atau Liem Swie Liong tak sekolah atau banyak
pengusaha yang tidak bersekolah formal sehingga tidak penting berpendidikan
untuk berbisnis. Hal
ini saya juga tidak menentangnya. Bisnis memang open source, memang pintu
terbuka. Mau orang itu tak berpendidikan, tak beragama, tak bermoral, kejam,
atau baik hati, atau usaha jenis apa pun
Anda bisa sukses. Bisnis sukses tidak bisa diklaim sebagai hanya tempat orang
tak berpendidikan, itu tempat semua orang dengan berlatar ras apa pun, agama
apa pun, berilmu apa pun.
Bagi saya — maaf ini hanya pendapat
pribadi — benarlah banyak orang tersebut tidak berpendidikan formal namun kalau
Anda berada di dekat mereka akan terasa bahwa ilmu mereka tinggi sekali. Mereka
sangat berilmu. Dalam menuntut ilmu memang tidak diperlukan sekolah formal.
Selama Anda bisa belajar, bisa berilmu maka sekolah formal hanya pelengkap.
Seorang Ciputra sejak lahir sudah melihat timbangan terigu dan telor di matanya tatkala orang tuanya berdagang. Dari bayi dia
sudah mengenal tawar-menawar, berjualan, menentukan harga, melayani pelanggan
walau skala warung dan ini sebuah keilmuan yang dipelajari melalaui pengalaman
jalan hidup. Siapa yang bisa lawan keilmuan dagang itu ? Mau makan sekolah
sampai S3 di perguruan ternama juga nggak diajari hal itu. Terus sewaktu dia
berbisnis di usia dua puluh tahun-an sebenarnya dia sudah memiliki ilmu dagang
sebagai platform pola dalam pikirannya.
Jadi berbisnis adalah sebuah matrik
yang rumit. Matrik yang seharusnya tidak dipikirkan tetapi dijalankan.
Berbisnis Anda harus memiliki komitmen. Memiliki ide yang terlatih. Bahkan
sahabat saya mengatakan sekreatif apa pun
ide Anda kalau tidak laku dijual maka Anda tidak kreatif. Kesimpulannya, Anda
harus dipercaya. Kalau kepercayaan orang terhadap Anda sangat tinggi, apa pun
yang Anda berikan, bahkan menurut orang lain ide Anda jelek atau produk Anda
buruk namun orang percaya Anda, maka Anda tetap dibeli.
Lalu benarkah tak perlu kerja
keras? Saya meneliti dalam akan hal ini dan saya percaya semua orang kaya atau
orang sukses adalah pekerja keras. Namun mereka bukan saja pekerja keras namun
orang yang tahu memanfaatkan waktu. Mereka berkerja keras iya, namun begitu
mereka liburan mereka benar-benar lepas. Menikmati, enjoy. Mereka pandai
membagi waktu antara kerja, di rumah dan sosial. Kata-kata work hard play hard
bukan sekedar jargon. Mereka melakukannya secara harfiah. Perilaku kerja yang
pintar membagi waktu tadi itulah sesungguhnya yang disebut kerja pintar.
Kalau mereka diinfokan hanya main
golf, datang siang, sistem bekerja untuk mereka karena sudah ada para direktur
yang mengerjakan. Itu adalah produk tahunan kerja keras mereka. Ibaratnya kita
menanam mangga, setelah empat tahun panen dan terus menghasilkan selama 25
tahun. Kalau dilihat di tahun kesepuluh
ya kita akan melihat seseorang yang santai. Namun kalau Anda melihat empat
tahun pertamanya mungkin Anda akan menilai lain, sebagai seorang workohlic
penggila kerja.
Ada satu lagi, apakah untuk kaya
atau sukses harus berbisnis. Nah hal ini saya sedikit berlawanan dengan banyak
orang. Saya percaya untuk kaya atau sukses Anda tidak perlu berbisnis. Dengan
kalimat lain, untuk kaya ada ribuan cara dan gaya berbisnis hanya salah satunya
saja.
Mau Anda berlatar
belakang office boy, pedagang kali lima, pensiunan olahragawan, TNI, guru,
tukang las, ibu rumah tangga, Pak Ogah sekalipun, sukses atau kaya adalah
masalah perilaku atau attitude. Kaya atau sukses adalah produk sampingan dari
sebuah perilaku kaya.
Menabung contoh perilaku orang
sukses, berinvestasi adalah perilaku orang sukses, dipercaya banyak orang
adalah perilaku orang sukses, dan banyak lagi perilaku pribadi sukses dan ini
bukan hak prerogative pebisnis. Anda menjadi good follower adalah prilaku
pribadi sukses. Anda seorang good listener — pendengar yang baik — adalah
pribadi sukses. Anda seorang pegawai harus memiliki perilaku ini untuk sukses.
Anda seorang putus sekolah juga bisa sukses. Selama memiliki pribadi ini.
Anda tidak perlu membangun
perusahaan blue chip repot-repot. Anda bisa mempelajari dengan seksama di board
pasar saham. Lalu belilah dalam jangka panjang. Dan Anda sudah merupakan share
holder perusahaan tersebut walaupun minoritas. Namun tetap Anda adalah pemilik
sebagian saham perusahan tersebut. Misalnya
Anda tahu di masa sekarang bisnis retail akan naik melihat net income perkapita
Indoensia sudah di atas 3500 USD. Jadi beli saham Unilever, simpan lima tahun
garansi kenaikannya pasti. Itu menabung, itu investasi. Bahkan sahabat-sahabat
istri saya dan kelompoknya memiliki kebiasaan aneh setidaknya menurut saya.
Tiap bulan arisan. Yah, namanya ibu-ibu. Namun ada yang aneh di kelompok ini.
Setiap arisan isinya adalah perdebatan data dan informasi saham apa yang akan
mereka beli di bulan ini. Lalu siapa pemengannya yang akan ambil uang itu di
tahun depan. Misalnya masing-masing
setor Rp 1.000.000 tiap bulan. Ada dua belas peserta. Jadi setiap bulan ada
saham dibeli senilai Rp 12.000.000 yang akan dicairkan satu tahun setelah
diinvest. Misalnya dari hasil kocokan ibu A yang dapat bulan ini dibelikan
saham kelapa sawit Astra Argo Lestari. Lalu bulan depan Rp 12.000.000 diinvest
ke saham Trada Marine Cargo. Itu setelah berdua belas berdebat dan berdiskusi. Kalau denger
ceritanya seru juga sih, saya yang dulu-dulu merasa arisan hal socialite
perilaku social semata menjadi melihat arisan dari sisi menarik sekarang.
Semoga tulisan ini bisa menjadi tambahan wacana.